Sebelum mengambil langkah-langkah untuk Restrukturisasi dan Privatisasi
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam hubungannya dengan Perekonomian
Indonesia,sudah sepatutnya kita pertanyakan terlebih dahulu tentang justifikasi
keberadaan BUMN.Hal ini penting karena apalah gunanya mengutak-atik sesuatu
yang barangkali sudah tidak patut memiliki hak hidup secara ekonomi dan/atau
menjadi beban pemerintah kalau tetap mengelolanya.
LIMA FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI KEBERADAAN BUMN
- Pelopor atau perintis karena swasta tidak tertarik untuk menggelutinya
- Pengelola bidang-bidang usaha yang "strategis" dan pelaksana pelayanan publik
- Penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar
- Sumber Pendapatan Negara
- Hasil dari nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda
DEFINISI
RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI BUMN
Pengertian Restrukturisasi BUMN adalah upaya peningkatan
kesehatan BUMN / perusahaan dan pengembangan kinerja usaha melalui sistem baku
yang biasa berlaku dalam dunia korporasi.
Tujuan Restrukturisasi BUMN :
- Mengubah kontrol pemerintah terhadap BUMN yang semula secara langsung (control by process) menjadi kontrol berdasarkan hasil (control by result). Pengontrolan atas BUMN tidak perlu lagi melalui berbagai formalitas aturan, petunjuk, perijinan dan lain-lain, akan tetapi melalui penentuan target-target kualitatif dan kuantitatif yang harus dicapai oleh manajemen BUMN, seperti ROE (Return On Asset), ROI (Return On Investment) tertentu dan lain-lain.
- Memberdayakan manajemen BUMN (empowerment) melalui peningkatan profesionalisme pada jajaran Direksi dan Dewan Komisaris
- Melakukan reorganisasi untuk menata kembali kedudukan dan fungsi BUMN dalam rangka menghadapi era globalisasi (AFTA, NAFTA, WTO) melalui proses penyehatan , konsolidasi, penggabungan (merger), pemisahan, likuidasi dan pembentukan holding company secara selektif.
- Mengkaji berbagai aspek yang terkait dengan kinerja BUMN, antara lain penerapan sistem manajemen korporasi yang seragam (tetap memperhatikan ciri-ciri spesifik masing-masing BUMN), pengkajian ulang atas sistem penggajian (remunerasi), penghargaan dan sanksi (reward & punishment).
Pengertian Privatisasi Pada hakekatnya adalah melepas
kontrol monopolistik Pemerintah atas BUMN. Akibat kontrol monopolistik
Pemerintah atas BUMN menimbulkan distorsi antara lain, pola pengelolaan BUMN
menjadi sama seperti birokrasi Pemerintah, terdapat conflict of interest antara
fungsi Pemerintah sebagai regulator dan penyelenggara bisnis serta BUMN menjadi
lahan subur tumbuhnya berbagai praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan
cenderung tidak transparan. Fakta membuktikan bahwa praktek KKN tidak ada
(jarang ditemukan) pada BUMN yang telah menjadi perusahaan terbuka (go public).
Manfaat Privatisasi BUMN
Manfaat Privatisasi BUMN
- BUMN akan menjadi lebih transparan, sehingga dapat mengurangi praktek KKN.
- Manajemen BUMN menjadi lebih independen, termasuk bebas dari intervensi birokrasi.
- BUMN akan memperoleh akses pemasaran ke pasar global, selain pasar domestik.
- BUMN akan memperoleh modal ekuitas baru berupa fresh money sehingga pengembangan usaha menjadi lebih cepat.
- BUMN akan memperoleh transfer of technology, terutama teknologi proses produksi.
- Terjadi transformasi corporate culture dari budaya birokratis yang lamban, menjadi budaya korporasi yang lincah.
- Mengurangi defisit APBN, karena dana yang masuk sebagian untuk menambah kas APBN.
- BUMN akan mengalami peningkatan kinerja operasional / keuangan, karena pengelolaan perusahaan lebih efisien.
KONTROVERSI RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI BUMN
Pihak yang setuju dengan privatisasi BUMN
berargumentasi bahwa privatisasi perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja BUMN serta
menutup devisit APBN. Dengan adanya privatisasi diharapkan BUMN akan mampu
beroperasi secara lebih profesional lagi. Logikanya, dengan privatisasi di atas
50%, maka kendali dan pelaksanaan kebijakan BUMN akan bergeser dari pemerintah
ke investor baru. Sebagai pemegang saham terbesar, investor baru tentu akan
berupaya untuk bekerja secara efisien, sehingga mampu menciptakan laba yang
optimal, mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, serta mampu memberikan
kontribusi yang lebih baik kepada pemerintah melalui pembayaran pajak dan
pembagian dividen.
Pihak yang tidak setuju dengan privatisasi berargumentasi bahwa apabila privatisasi tidak dilaksanakan, maka kepemilikan BUMN tetap di tangan pemerintah. Dengan demikian segala keuntungan maupun kerugian sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Mereka berargumentasi bahwa devisit anggaran harus ditutup dengan sumber lain, bukan dari hasil penjualan BUMN. Mereka memprediksi bahwa defisit APBN juga akan terjadi pada tahun-tahun mendatang. Apabila BUMN dijual setiap tahun untuk menutup defisit APBN, suatu ketika BUMN akan habis terjual dan defisit APBN pada tahun-tahun mendatang tetap akan terjadi.
Kontroversi privatisasi BUMN juga timbul dari pengertian privatisasi dalam Pasal 1 (12) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN yang menyebutkan :
“Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat”.
Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa privatisasi yaitu pernjualan saham sebagian dan seluruhnya, kata seluruhnya inilah yang mengandung kontroversi bagi masayarakat karena apabila dijual saham seuruhnya kepemilkan pemerintah terhadap BUMN tersebut sudah hilang beralih menjadi milik swasta dan beralih, namanya bukan BUMN lagi tetapi perusahaan swasta sehingga ditakutkan pelayan publik ke masyarakat akan ditinggalkan apabila dikelola oleh pihak swasta dan apabila diprivatisasi hendaknya hanya sebagaian maksimal 49% dan pemerintah harus tetap sebagai pemegang saham mayoritas agar aset BUMN tidak hilang dan beralih ke swasta dan BUMN sebagai pelayan publik tetap diperankan oleh pemerintah
Pihak yang tidak setuju dengan privatisasi berargumentasi bahwa apabila privatisasi tidak dilaksanakan, maka kepemilikan BUMN tetap di tangan pemerintah. Dengan demikian segala keuntungan maupun kerugian sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Mereka berargumentasi bahwa devisit anggaran harus ditutup dengan sumber lain, bukan dari hasil penjualan BUMN. Mereka memprediksi bahwa defisit APBN juga akan terjadi pada tahun-tahun mendatang. Apabila BUMN dijual setiap tahun untuk menutup defisit APBN, suatu ketika BUMN akan habis terjual dan defisit APBN pada tahun-tahun mendatang tetap akan terjadi.
Kontroversi privatisasi BUMN juga timbul dari pengertian privatisasi dalam Pasal 1 (12) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN yang menyebutkan :
“Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat”.
Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa privatisasi yaitu pernjualan saham sebagian dan seluruhnya, kata seluruhnya inilah yang mengandung kontroversi bagi masayarakat karena apabila dijual saham seuruhnya kepemilkan pemerintah terhadap BUMN tersebut sudah hilang beralih menjadi milik swasta dan beralih, namanya bukan BUMN lagi tetapi perusahaan swasta sehingga ditakutkan pelayan publik ke masyarakat akan ditinggalkan apabila dikelola oleh pihak swasta dan apabila diprivatisasi hendaknya hanya sebagaian maksimal 49% dan pemerintah harus tetap sebagai pemegang saham mayoritas agar aset BUMN tidak hilang dan beralih ke swasta dan BUMN sebagai pelayan publik tetap diperankan oleh pemerintah
Sementara
itu, pemerintah sendiri terdesak untuk melakukan privatisasi guna menutup
defisit anggaran. Defisit anggaran selain ditutup melalui utang luar negeri
juga ditutup melalui hasil privatisasi dan setoran BPPN. Dengan demikian,
seolah-olah privatisasi hanya memenuhi tujuan jangka pendek (menutup defisit
anggaran) dan bukan untuk maksimalisasi nilai dalam jangka panjang. Jika
pemerintah sudah mengambil langkah kebijakan melakukan privatisasi, secara
teknis keterlibatan negara di bidang industri strategis juga sudah tidak ada
lagi dan pemerintah hanya mengawasi melalui aturan main serta etika usaha yang
dibuat. Secara kongkret pemerintah harus memisahkan fungsi-fungsi lembaga
negara dan fungsi bidang usaha yang kadang-kadang memang masih tumpang tindih
dan selanjutnya pengelolaannya diserahkan kepada swasta.
Fakta memang menunjukkan bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh swasta hasilnya secara umum lebih efisien. Berdasarkan pengalaman negara lain menunjukkan bahwa negara lebih baik tidak langsung menjalankan operasi suatu industri, tetapi cukup sebagai regulator yang menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menikmati hasil melalui penerimaan pajak.
Oleh karena itu, privatisasi dinilai berhasil jika dapat melakukan efisiensi, terjadi penurunan harga atau perbaikan pelayanan. Selain itu, privatisasi memang bukan hanya menyangkut masalah ekonomi semata, melainkan juga menyangkut masalah transformasi sosial. Di dalamnya menyangkut landasan konstitusional privatisasi, sejauh mana privatisasi bisa diterima oleh masyarakat, karyawan dan elite politik (parlemen) sehingga tidak menimbulkan gejolak.
Fakta memang menunjukkan bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh swasta hasilnya secara umum lebih efisien. Berdasarkan pengalaman negara lain menunjukkan bahwa negara lebih baik tidak langsung menjalankan operasi suatu industri, tetapi cukup sebagai regulator yang menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menikmati hasil melalui penerimaan pajak.
Oleh karena itu, privatisasi dinilai berhasil jika dapat melakukan efisiensi, terjadi penurunan harga atau perbaikan pelayanan. Selain itu, privatisasi memang bukan hanya menyangkut masalah ekonomi semata, melainkan juga menyangkut masalah transformasi sosial. Di dalamnya menyangkut landasan konstitusional privatisasi, sejauh mana privatisasi bisa diterima oleh masyarakat, karyawan dan elite politik (parlemen) sehingga tidak menimbulkan gejolak.
TIGA LANGKAH MENDESAK UNTUK DILAKUKAN PEMERINTAH DALAM
MASALAH RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI BUMN
- Mengubah orientasi pelaksanaan program privatisasi dari berjangka pendek menjadi berjangka panjang. Artinya, pelaksanan program privatisasi tidak hanya ditujukan untuk memancing masuknya investor asing dan tercapainya target penerimaan anggaran negara, tetapi langsung diarahkan untuk membangun landasan yang kuat bagi perkembangan perekonomian nasional
- Segera menerbitkan UU Privatisasi yang dapat menjamin berlangsungnya proses privatisasi secara demokratis dan transparan. Dalam UU Privatisasi ini hendaknya tidak hanya diatur mengenai proses privatisasi BUMN, tetapi harus mencakup pula proses privatisasi BUMD dan harta publik lainnya. Semua itu tidak hanya diperlukan untuk melindungi kepentingan publik, tapi juga untuk memperjelas peranan negara dalam pengelolaan perekonomian nasional.
- Segera membubarkan kantor menteri Negara BUMN dan mengubahnya menjadi sebuah badan otonom dengan nama Badan Penyehatan dan Privatisasi BUMN (BPP-BUMN). Badan yang memiliki kedudukan sederajat dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) ini, tidak hanya bertugas untuk menjual BUMN, tetapi terutama didorong untuk mengutamakan peningkatan kinerja BUMN agar benar-benar bermanfaat bagi masa depan perekonomian Indones
Kerusakan Adagium “Power To Money, Money To Power”
(Analisis Kasus Perampokan
Kekayaan Negara dalam Perspektif Islam)
Oleh : Ufayroh al-Khonsa*)
Hingga saat ini perampokkan
kekayaan Negara terus berlangsung. Mulai dari kebijakan yang memberatkan rakyat
hingga privatisasi, proyek liberalisasi hingga privatisasi sumber kekayaan
negeri ini terus dilakukan. Bagaiamana analisis terhadap kasus perampokkan
Negara dalam persepektif Islam ini. Tulisan ini menjelaskan akan mengupas
tuntas tentang persoalan ini.
Muqaddimah
Saat tulisan ini dibuat, 11 Pebruari 2008, saya
masih terus mencermati isu penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI). Tepatnya di Metro TV dalam Economic
Challenge, diskusi seputar domain itu terus
menghangat, mengingat besok harinya, 12 Pebruari 2008, interpelasi atas kasus
BLBI ini akan dilakukan oleh anggota dewan. Dua hari berselang, tepatnya 13
Pebruari 2008, Metro TV kembali mengangkat isu itu dalam Save Our Nation dengan tajuk “Sandiwara Politik Interpelasi BLBI”. Sebenarnya, kasus
penyelewan dana BLBI ini adalah contoh kecil dari realitas buruknya tata kelola
ekonomi Indonesia yang mengakibatkan hilangnya kekayaan negara dalam jumlah
yang tidak sedikit. Ambil saja sebagai contoh, implementasi undang-undang (UU)
penanaman modal asing yang berujung pada eksploitasi sumber daya alam (SDA) di
Indonesia, dan regulasi privatisasi yang semakin menjadi-jadi. Akibatnya, tentu
saja tidak sederhana. Rakyat yang seharusnya menikmati kekayaan negara,
akhirnya menjadi pihak yang semakin terpuruk dalam kesedihan. Di sisi lain,
kekayaan negara yang dimiliki Indonesia tidak perlu diragukan lagi dari sisi
melimpahnya aset SDA. Alhasil, perbincangan untuk menelusur kemana larinya uang negara yang tidak
sedikit itu, menjadi urgen. Lebih jauh lagi, kita patut bertanya, siapa
sesungguhnya yang menikmati kekayaan negara –yang merupakan hak rakyat- itu?
Dan bagaimana aksiologi Islam dalam menyikapi itu semua?
Kekayaan yang Hilang
Merampok uang negara/rakyat
bukan perkara aneh di Indonesia. Perampokan itu sudah lama terjadi di negeri
ini, baik dilakukan oleh oknum bangsa sendiri maupun pihak asing. Menariknya,
perampokan yang sangat besar sepanjang sejarah kemerdekaan Indonesia justru
terjadi pada era reformasi. Padahal, era ini merupakan era yang dijadikan
momentum perubahan dan pemberantasan korupsi oleh mahasiswa dan masyarakat.
Persoalannya justru berbalik, yakni menjadi ”legalisasi” perampokan uang
negara.
Jika kita mencermati apa
yang terjadi di semester pertama tahun ini dan beberapa tahun kebelakang,
setidaknya ada tiga isu utama yang berperan penting dalam lenyapnya uang negara
yang hakikatnya adalah uang rakyat itu. Tiga isu kontroversial itu adalah kasus penyelewengan dana BLBI,
privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan eksploitasi SDA yang
kompatibel dengan dibukanya regulasi investasi asing di sektor publik yang
krusial.
Pertama, kasus BLBI. Kasus BLBI pertama kali mencuat
ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan hasil auditnya pada Agustus
2000. Laporan itu menyebut adanya penyimpangan penyaluran
dana BLBI Rp 138,4 triliun dari total dana senilai Rp 144,5 triliun. Kasus tersebut sampai akhir 2007
masih menyisakan 16 kasus yang belum selesai.
Menariknya, sebagian dari obligor dianggap telah
bersikap kooperatif untuk melunasi utangnya dan telah memperoleh Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) dan
Surat Keterangan Lunas (SKL). Padahal, penjualan saham bank yang di-take over oleh pemerintah kepada pihak asing
itu sangat merugikan pemerintah. Sebagai contoh, penjualan saham BCA kepada
pihak asing. Dalam kondisi bank saat ini, harganya hanya Rp 10 trilun padahal
beberapa tahun kemudian sudah lebih dari 10 kali lipatnya. Belum lagi kalau kita bicara
obligor nakal yang dinilai tidak kooperatif, tentu lebih kompleks lagi.
Dengan Keputusan Presiden (Kepres) nomor 24, 26,
dan 27 yang diterbitkan pada akhir Januari 1998, menjadi landasan hukum
penjaminan pemerintah atas segala kewajiban pembayaran bank umum dan program
penyehatan perbankan nasional.
Konglomerat
Penerima BLBI
|
|
Nama
|
Jumlah Dana
BLBI
(Rp triliun)
|
Syamsul Nursalim (BDNI)
Soedono Salim (BCA)
Usman Admajaya (Bank Danamon)
Bob Hasan (BUN)
Hendra Rahardja (BHS)
|
37,040
26,596
23.050
12,068
3,866
|
Berdasarkan landasan hukum ini, Bank
Indonesia (BI) mengeluarkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp
144,536 triliun yang dikucurkan kepada jaringan perbankan nasional. Menurut
analisis Dicky Iskandardinata, dana BLBI yang dikucurkan pada bank swasta
berbalik menjadi sumber kehancuran nilai rupiah. Terjadinya kebocoran Rp 51
triliun atau US$ 13 miliar dana BLBI diindikasikan digunakan oleh kelompok
tertentu penerima BLBI untuk mengambil untung di pasar uang. Berdasarkan hasil audit BPK atas
penyaluran dana BLBI sebesar Rp 144,536 triliun per 29 Januari 1999, potensi
kerugian negara mencapai Rp 138,442 triliun. Total dana
BLBI yang dikucurkan BI mencapai Rp 218,31 triliun.
Setelah utang-utang konglomerat, baik dalam
bentuk kredit macet maupun pinjaman luar negeri diambil alih BI melalui dana
BLBI, pemerintah melaksanakan program penyehatan perbankan nasional di bawah
pengawasan IMF. Jumlah dana yang digelontorkan pemerintah dalam bentuk obligasi
rekap (OR) mencapai Rp 427,46 triliun. OR memang bukan dana tunai, tetapi bank
nasional yang mendapatkan obligasi rekap dari pemerintah memiliki hak tagih
pada saat jatuh tempo. Seluruh hak tagih bank pemegang obligasi rekap dibebankan
kepada rakyat melalui APBN.
Bank Penerima
Obligasi Rekap
|
||
Nama Bank
|
Nilai OR
(Rp Triliun)
|
Penerimaan
Bunga OR
2002 (Rp
Triliun)
|
Bank Mandiri
Bank BNI 46
BCA
BRI
BII
Bank Danamon
BTN
Bank Permata
Bank Niaga
Bank Lippo
|
155,50
54,71
53,72
28,59
23,65
20,12
14,32
11,69
6,75
5,69
|
15,16
5,33
5,24
2,79
2,31
1,96
1,40
1,14
0,66
0,55
|
Jumlah nominal BLBI, program penjaminan, dan OR
yang ditanggung pemerintah mencapai Rp 655,75 triliun. Namun, jumlah utang yang
dibayar pemerintah kepada pemilik OR terus bertambah karena beban bunga OR
cukup tinggi. Pada tahun 2002 jumlah cicilan bunga OR yang harus dibayar
pemerintah kepada bank-bank pemegang OR mencapai Rp 88,5 triliun. Bank-bank penerima OR juga
diperbolehkan menambah permodalan dengan menjual OR yang mereka pegang di pasar
sekunder.
Sudah bisa kita tebak, bahwa asinglah yang
diuntungkan. Pemerintah atas desakan IMF menjual beberapa bank kepada swasta
dan asing. Bank pertama yang didivestasi adalah BCA. BCA dijual pemerintah
kepada konsursium Faralon Capital dengan harga obral Rp 5,3 triliun. Masuknya
IMF ke Indonesia menjadi sumber malapetaka negeri ini. Melalui LoI (letter of intent) yang
ditandatangani Presiden Soeharto pada 15 Januari 1997, Direktur Pelaksana IMF
Michael Camdessus mendapatkan komitmen pemerintah untuk mengambil alih seluruh
utang konglomerat baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Kedua, Privatisasi BUMN. Privatisasi
dan divestasi BUMN semakin menggila di tahun 2007 dan awal 2008 ini. Logika
pemerintah terkait dengan keputusan privatisasi semakin telanjang namun lebih
meyakinkan karena mendapat legitimasi yuridis dan ekonomi. Yang saya maksud
legitimasi yuridis adalah adanya regulasi terkait dengan hal ini. Adapun
legitimasi ekonomi maksudnya adalah semua kebijakan tersebut didasarkan pada strategic decision seperti
bertujuan meningkatkan produktivitas, profitabilitas, efisiensi, dan
pengurangan utang perusahaan BUMN. Privatisasi juga diharapkan dapat
meningkatkan good corporate
governance (GCG). Dalam kerangka makro, privatisasi berorientasi pada
kepentingan fiskal, yaitu untuk menambah sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pemerintah, perbaikan iklim investasi, dan pengembangan pasar
modal. Saya memiliki dugaan bahwa legitimasi ini sengaja di setup, setelah sebelumnya legitimasi
politik terasa terlalu sarkasme.
Pada program tahunan privatisasi perusahaan 2007
melalui Kep-03/M. Ekon/01/ 2007 31 Januari 2007 disetujui privatisasi akan
dilakukan pada sembilan BUMN, enam perusahaan kepemilikan negara minoritas.
BUMN tersebut adalah PT Jasa Marga, PT BNI Tbk, PT Wijaya Karya, PT Garuda
Indonesia, PT Merpati, PT Industri Soda Indonesia, PT Iglas, dan PT Cambrics
Primisima, PT Jakarta International Hotel & Development (JIHD), PT Atmindo,
PT Intirub, PT Prasadha Pamunah Limbah Industri, PT Kertas Blabak, dan PT
Kertas Basuki Rahmat.
Pemerintah melalui kementerian negara BUMN
menargetkan sedikitnya enam perusahaan milik negara yang akan melantai di bursa
saham (go public) tahun 2008. Sebelumnya, beberapa BUMN sektor
perkebunan, seperti PTPN III, PTPN IV dan PTPN VII serta PT Pengembangan
Perumahan (PP) dikabarkan masuk dalam list perusahaan yang akan go public tahun 2008. Lantas apa arti dari go public? Go public hakikatnya adalah awal perpindahan
kepemilikan saham ke tangan asing.
Pada 2008 ini, kementerian negara BUMN telah
mengusulkan ijin memprivatisasi sekitar 27 BUMN kepada komite privatisasi yang
diketuai oleh Menko Perekonomian melalui metode initial public offering (IPO), private placement maupun partner strategis. Metode
penawaran saham perdana atau IPO dianggap merupakan metode yang terbaik untuk
meningkatkan kinerja BUMN dalam persaingan usaha di masa mendatang. Setelah mendapatkan persetujuan DPR paling lambat akhir
Maret tahun ini. Pemerintah mengusulkan 34 BUMN diprivatisasi ditambah luncuran
(carry over)
privatisasi empat BUMN tahun lalu yang belum tuntas. Program luncuran
privatisasi BUMN pada 2007 yang belum disetujui DPR adalah PT Garuda
Indonesia, PT Merpati Nusantara Indonesia, PT Iglas, dan PT Cambric
Primissima.
Memang benar, bahwa Menneg BUMN mengusulkan
jumlah saham yang dilepas kepada publik maksimal 40 persen, yang artinya
kepemilikan saham pemerintah tetap mayoritas di BUMN tersebut. Tapi, saya
meragukan hal itu. Simak saja apa yang terjadi pada Indosat yang melepas lebih
dari 85 persen kepemilikan pemerintah. Walaupun katanya masih disertai
penyertaan saham seri A yang memberi otoritas kebijakan strategis kepada
pemerintah, tetapi saya menilai ini bahasa politis untuk menenangkan kepanikan.
Karena memang faktanya, saham
seri A itu tidak terlalu signifikan.
Ketiga, Eksploitasi SDA. Saya kira, persoalan
eksploitasi SDA sudah diketahui bersama sebagai persoalan laten yang akan tetap
ada selama instrumen investasi asing dan privatisasi masih ada. Aset milik
publik yang seharusnya dikelola dengan sebaik-baiknya oleh negara untuk
kesejahteraan rakyat, kini dikelola oleh swasta untuk kesejahteraan mereka
sendiri. Liberalisasi sektor migas yang dilakukan melalui UU Migas tahun 2001
yang memuat pasal penghentian peran monopoli Pertamina mulai tahun 2005,
ternyata berujung pada masuknya perusahaan asing di dalam bisnis migas di
Indonesia. Tentu masih banyak contoh lainnya yang sangat jelas.
Konspirasi Kapitalis
Kita bisa melakukan
analisis, bahwa penyebab semua itu adalah adanya kebijakan yang pro liberal,
yakni privatisasi, investasi asing, dan kebijakan lain yang menguntungkan pihak
asing. Selain itu, dana pembangunan pemerintah tak jarang dialokasikan untuk
pendanaan partai politik dan selainnya lagi dikorupsi. Kedengarannya sangat
naif, tetapi ini adalah fakta politik.
Praktiknya
tentu tidak sederhana, dalam merealisasikan agenda perampokan kekayaan rakyat,
semua dibungkus dengan konspirasi yang sangat rapi. Konspirasi itu akan nampak,
terutama ketika kita telusur dengan tiga pendekatan. Pertama, dimasukkannya
agen-agen pro liberal. Sejak masa orde
baru, AS membantu membentuk Tim Ekonomi yang dikenal dengan Mafia
Berkeley. Tim inilah yang kemudian merancang kebijakan ekonomi Indonesia yang
kapitalistik, liberal dan sesuai dengan kepentingan AS. Tim istimewa ini
ditempatkan dalam pemerintahan baru yang menguasai perekonomian. Dan hal
itu kemudian terbukti, pada juni 1969, Soeharto bertemu dengan tim ini yang
kemudian menjadi menteri dalam kabinet pembangunan. Dalam kabinet ini hampir
sebagian besar pejabat ekonominya adalah hasil didikan AS terutama dari Mafia
Berkeley (MB). Terdapat Widjojo Nitisastro (alumnus Berkeley) sebagai
ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Emil Salim (alumnus Berkeley)
sebagai wakilnya, Subroto sebagai dirjen pemasaran dan perdagangan
(alumnus Harvard), menteri keuangan Ali Wardhana (Berkeley), ketua
Penanaman Modal Asing Moh. Sadli (MIT).
Untuk saat ini
pun, tepatnya pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tidak jauh berbeda.
Di tingkat menteri, seperti Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil
(pemain utama privatisasi BUMN); Menko perekonomian Boediono (dia menjabat
sebagai ketua Komite Privatisasi dan termasuk MB generasi kedua bersama
Dorodjatun, Muhammad Ikhsan, M. Chatib Basri dan Rijal Mallarangeng); Menteri
keuangan Sri Mulyani (ia pernah menjadi direktur eksekutif IMF untuk Asia
Tenggara); dan lain-lain yang merupakan pihak-pihak yang memuluskan agenda
liberalisasi. Belum lagi jika kita menilik jajaran BUMN, banyak sekali
perombakan dalam rangka memasukkan agen pro liberal, yang itu dilakukan sebelum
privatisasi. Hal ini
kira-kira semacam conditioning di level mikro.
Kedua, intervensi pembuatan undang-undang. Intervensi
asing itu pelaku utamanya adalah IMF, Bank Dunia, WTO, dan lain-lain. Globalisasi dan liberalisasi diimplementasikan lewat kiprah IMF dalam
bentuk butir-butir kesepakatan. Subsidi pupuk dihapus, begitu juga BBM yang membuat
kedua komoditas strategis itu melambung terus harganya. Tentu saja rakyat
sangat menderita karenanya. Artinya, melalui tangan IMF –sebelum diputus
hubungannya oleh SBY-, kapitalis global bisa masuk dengan legal dan leluasa
untuk menghisap kekayaan Indonesia. Pendekatan ini sering disebut dengan
intervensi W2G (World to
Government), yakni dengan menggunakan lembaga internasional
seperti yang disebutkan sebelumnya. Jadi, UU
Privatisasi dapat digolkan melalui mesin W2G dengan alasan globalisasi.
Modus lain adalah dengan pendekatan G2G (Government to Government), yakni dengan
menggunakan lembaga resmi negara; B2G (Bussines to
Government), dengan alasan membuka iklim investasi; dan I2G (Intelectual to Government), dengan
konsultan yang memberikan prediksi bahwa fiskal negara ke depan akan lebih
sehat dengan privatisasi BUMN. Pendekatan G2G dapat kita temukan lewat sepak
terjang lembaga resmi pemerintah seperti USAID (United States Agency for InternationalDevelopment). USAID berperan besar dalam reformasi dan liberalisasi sektor energi di
Indonesia. Hal ini tentu saja menggiurkan investor asing karena
di Indonesia tersedia minyak dan pasar sekaligus. Simaklah apa yang dikatakan
oleh USAID soal reformasi itu, “USAID has been
the primary bilateral donor working on energy sector reform (USAID telah
menjadi donor bilateral utama yang bekerja dalam reformasi sektor energi –di
Indonesia). Bahkan, USAID juga terlibat dalam penyusunan UU Migas. USAID secara
terbuka menyatakan hal itu, “The ADB and
USAID worked together on drafting a new oill and gas law in 2000 (ADB –Asian Development Bank- dan USAID
telah bekerja bersama dan merancang undang-undang minyak dan gas yang baru pada
tahun 2000.”
Ketiga, penyesatan opini bahwa privatisasi akan membawa
perbaikan. Kementerian negara BUMN mempunyai pandangan dari
sisi ekonomi mikro. Sedangkan
Departemen Keuangan lebih memandangnya dari sisi ekonomi makro. Dalam ekonomi
mikro, privatisasi bertujuan meningkatkan produktivitas, profitabilitas,
efisiensi, dan pengurangan utang perusahaan BUMN. Privatisasi juga diharapkan
dapat meningkatkan good corporate
governance (GCG), masuknya sumber keuangan baru ke perusahaan, dan
pengembangan pasar. Manfaat alih teknologi dan peningkatan jaringan juga
diharapkan dalam privatisasi BUMN yang melalui proses strategic sale. Dari sisi
ekonomi makro, tujuan privatisasi berorientasi pada kepentingan fiskal, yaitu
untuk menambah sumber APBN pemerintah, perbaikan iklim investasi, dan
pengembangan pasar modal. Kemudian, ditentukanlah bahwa metode privatisasi
diprioritaskan melalui IPO. Cara ini dipandang dapat memberi ukuran peningkatan
kinerja melalui perubahan harga saham.
Saya ingin sekali mengajukan keberatan dengan
seluruh agumentasi di atas dalam tulisan ini, namun karena keterbatasan ruang,
saya hanya akan menjelaskan secara global. Fakta tentang privatisasi sudah
sangat jelas madharat-nya. Konsep
privatisasi ini secara mendasar telah mengabaikan hal terpenting dalam ekonomi
yakni aspek keadilan distribusi sehingga menciptakan jurang kesenjangan yang
makin melebar. Inilah awal petaka bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas
miskin karena tidak mampu mengakses sumber daya alam, kesehatan, pendidikan,
serta layanan publik lainnya. Saya memahami bahwa mengukur
manfaat dan madharat
bukan hanya dari sisi finansial dan ekonomi saja, tetapi juga dari sisi kepentingan-kepentingan
strategis. Sayangnya, umumnya Pemerintah mengukurnya hanya sebatas finansial
dan sedikit manfaat ekonomi. Sebagai akibatnya, untuk tambang misalnya,
keuntungan yang diraup oleh perusahaan asing jauh lebih besar dibandingkan
dengan manfaat yang diterima Pemerintah Indonesia. Lebih dari itu,
dikorbankannya kepentingan-kepentingan strategis bahkan tidak dianggap sebagai
kerugian nasional.
Pengelolaan
Kekayaan dalam Islam
Keuangan negara mengurus masalah keuangan
seperti penerimaan, pengeluaran, dan utang negara. Dapat pula dikatakan bahwa
keuangan negara mengurus pengeluaran dan pendapatan pemerintah, ataupun negara,
dan hubungan antar sesamanya, begitu pula administrasi dan pengawasan keuangan.
Di dalam daulah Islam, lembaga yang diberi
otoritas untuk mengurus masalah keuangan negara adalah baitul mal. Dengan
begitu, baitul mal merupakan suatu lembaga yang mempunyai tugas khusus
menangani segala harta umat baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara.
Harta baitul mal dapat berupa tanah, bangunan, barang tambang, uang, komoditas
perdagangan, maupun harta benda lainnya di mana kaum muslim berhak memilikinya
sesuai hukum syara' dan tidak ditentukan individu pemiliknya.
Termasuk ke dalam pendapatan negara adalah fa’i, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah; pemasukan hak milik umum dengan
berbagai macam bentuknya; pemasukan hak milik negara; usyur, khumus, rikaz harta zakat, dll. Adapun termasuk ke dalam alokasi
pengeluaran negara, diantaranya adalah pengeluaran seksi dar al-khilafah, seksi mashalih ad-daulah, seksi santunan, seksi jihad, seksi
penyimpananan zakat, seksi penyimpanan milik umum, seksi urusan darurat, seksi
anggaran belanja negara, pengendali umum dan badan pengawas, serta pengeluaran
lain yang legal menurut syara dan diputuskan oleh khalifah.
Dari sisi
kebijakan pengelolaan keuangan negara, syariat Islam tidak memperbolehkan
negara melakukan pinjaman ribawi apalagi dengan cara menggadaikan kemandirian
negara. Sebagai alternatif sumber-sumber pembiayaan negara,
Abdul Qadim Zallum mengklasifikasi sumber penerimaan negara ke dalam tigas pos,
yakni pos harta milik negara (fai’ dan kharaj), pos harta milik umum, dan pos shadaqah, sebagaimana yang rinciannya telah disebutkan sebelumnya.
Adapun dari aspek kepemilikan
SDA, dalam Islam terdapat tiga jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan individu,
negara, dan publik. Berarti, kalau kita cermati apa yang terjadi
sekarang, harus ada perubahan paradigma. Paradigma pengelolaan sumber daya alam
milik publik yang berbasis swasta (corporate based
management), harus diubah menjadi pengelolaan kepemilikan umum
oleh negara (state
based management) dengan tetap berorientasi kelestarian sumber daya (sustainable resources principle).
Terakhir, dari sisi transaksi
keuangan, Islam melarang transaksi ribawi, yang telah terbukti menjadi pangkal
lemahnya pundamental moneter suatu negara. Selain adanya
kepentingan asing, kemelut kasus BLBI berpangkal dari lemahnya fundamental
moneter Indonesia yang berbasis riba. Persoalannya kemuadian terus berlanjut
karena beban bunga yang dibebankan kepada APBN, jumlahnya tidak sedikit.
Akhirnya, kasus BLBI berputar-putar dalam variabel moneter yang telah rapuh
sejak awal. Saya kira untuk hal yang satu ini
argumentasinya sudah sangat jelas.
Haramnya Globalisasi, Privatisasi,
Investasi Asing, dan Intervensi Asing
Berbicara globalisasi, menarik jika kita merujuk
pendapat ulama ahlussunnah. Globalisasi tujuannya adalah agar Dunia Ketiga menyambut
gembira kedatangan modal dan tenaga kerja asing, mengambil rekomendasi para pemilik
modal dan tenaga kerja itu untuk mengoreksi berbagai undang-undang di
negaranya, serta melakukan privatisasi BUMN, agar asing dapat dengan mudah
membelinya. Karena itu, bukan hal yang aneh bila kita membandingkan propaganda globalisasi ini dengan serangan Kristenisasi
pada abad lampau, maka serangan kali ini lebih berbahaya dari pada serangan
sebelumnya. Sebab serangan kali ini sekalipun tidak memakai kedok agama, namun
tak dapat dipungkiri, sebenarnya lebih mengerikan.
Karena itulah, maka hadits dharar yang dinyatakan oleh Nabi saw.:
« ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ لاَ »
Tidak boleh ada bahaya, dan tidak boleh membahayakan
(orang lain) (H.R. al-Hakim)
bisa diterapkan dalam konteks bahaya globalisasi. Ini dipertegas dengan
penjelasan as-Syaukani dalam Nail al-Authar, yang menyatakan:
«هَذَا فِيْهِ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِ الضَّرَارِ عَلَى أَيِّ صِفَةٍ كَانَ، مِنْ غَيْرِ فَرْقٍ بَيْنَ الجَارِّ وَغَيْرِهِ فَلاَ يَجُوْزُ فِي صُوْرَةٍ مِنَ الصُّوَرِ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ يَخُصُّ بِهِ هَذَا الْعُمُوْمُ فَعَلَيْكَ بِمُطَالَبَةِ مَنْ لِصَاحِبِ المُضَارَةِ فِي بَعْضِ الصُّوَرِ بِالدَّلِيْلِ فَإِنْ جَاءَ بِهِ قَبِلْتَهُ وَإِلاَّ ضَرَبْتَ بِهَذَا الْحَدِيْثِ وَجْهَهُ فَإِنَّهُ قَاِعدَةٌُ مِنْ قَوَاعِدِ الدِّيْنِ تَشْهَدُ لَهُ كُلِّيَاتٌ وَجُزْئِيَّاتٌ»
Hadits ini berisi
dalil yang menyatakan keharaman dharar (bahaya dan tindakan membahayakan orang
lain), dalam konteks apapun. Tanpa ada perbedaan, antara pelaku kezaliman
maupun yang lain. Maka, apapun bentuknya tetap tidak boleh, kecuali jika ada
dalil yang mengecualikannya dari keumuman ini. Karenanya, Anda harus meminta
orang yang melakukan tindakan berbahaya itu untuk menunjukkan dalil dalam
beberapa bentuk tindakannya yang membahayakan; jika ada, maka Anda bisa
menerimanya, dan jika tidak, Anda harus menggunakan hadits ini seperti apa
adanya. Karena hadits ini merupakan salah satu kaidah agama, yang bisa menjadi
argumentasi bagi perkara yang global maupun rinci.
Ada aspek lain yang selalu dikaitkan dengan
globalisasi, yaitu terjadinya revolusi di bidang informasi dan komunikasi, yang
menyebabkan dunia seperti tanpa batas, serta pemanfaatan teknologi informasi
dan komunikasi. Namun, aspek ini berbeda sama sekali dengan aspek yang pertama,
yaitu globalisasi. Sebab, aspek yang kedua ini terkait dengan pemanfaatan
teknologi, yang statusnya merupakan madaniyah (produk
material), dan hukumnya mubah. Seperti pemanfaatan internet, satelit, parabola
dan sejenisnya.
Meski demikian, bisa saja sesuatu yang asalnya mubah
itu kemudian berubah menjadi haram, karena aspek dharar. Sekalipun keharamannya dibatasi pada perkara yang
berdampak pada dharar
saja, dan tidak haram secara mutlak. Ini diambil dari hadits Nabi:
«وَلَمَّا نَزَلَ رَسُوْلُ اللهِ e بِالْحَجَرِ فِيْ غَزْوَةِ تَبُوْك اسْتَقَي النَّاسُ مِنْ بِئْرِهَا فَلَمَّا رَاحُوْا قَالَ: لاَ تَشْرَبُوْا مِنْ مَائِهَا شَيْئًا وَلاَ تَتَوَضَّأُوْا مِنْهُ لِلصَّلاَةِ»
Tatkala Rasulullah
saw. singgah di sebuah batu ketika Perang Tabuk, orang-orang menimba air dari
sumurnya, ketika mereka telah beristirahat, Nabi bersabda: Jangan kalian minum
airnya sedikitpun, dan jangan berwudhu dengan airnya.
Hukum asal air, secara mutlak adalah mubah, dan
boleh digunakan baik diminum maupun dipakai berwudhu. Tapi, dalam kasus ini,
Nabi melarang air tersebut digunakan untuk minum dan wudhu, meski secara umum
larangan tersebut tidak mencakup semua air, melainkan khusus untuk air di sumur
tersebut. Dari sinilah, kemudian ditarik kaidah ushul:
«كُلُّ فَرْدٍ مِنْ أَفْرَادِ المُبَاحِ، إِذاَ كَانَ ضَارًّا أَوْ مُؤَدِّيًا إِلَى ضَرَرٍ حَرَّمَ ذَلِكَ الْفَرْدَ، وَظَلَّ الأَمْرُ مُبَاحًا»
Semua perkara yang
asalnya mubah, ketika telah membahayakan, atau menyebabkan bahaya, maka perkara
itu menjadi haram, sementara yang lain secara umum tetap mubah.
Dengan demikian, kalaupun teknologi tersebut
hukum asalnya mubah, maka ketika ada faktor dharar pada bagian tertentu, baik langsung maupun dampaknya,
maka yang diharamkan adalah bagian yang membahayakan itu. Sementara
yang lain tidak.
Selanjutnya,
bi at-Tafsil kita
kaji maudhu’
terkait privatisasi, investasi asing, dan intervensi asing. Dengan berbagai UU
yang ada, penanam modal asing mendapatkan pintu amat lebar untuk
melakukan investasi di segala bidang di seluruh wilayah Indonesia. Ketentuan
ini jelas bertentangan dengan syariat Islam. Dalam pandangan syariat Islam,
tugas utama negara adalah memberikan ri’ayah (pengaturan dan
pelayanan) terhadap rakyatnya. Rasulullah saw menyatakan:
فَالإِمَامُ الأَعْظَمُ الَّذِيْ
عَلَى النَّاسِ رَاعٍ، وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Maka al-imam
al-adzam yang (berkuasa)
atas manusia adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat) dan ia akan
dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya (H.R.
Muslim).
Dengan regulasi yang ada, pemerintah memperlakukan secara sama rakyatnya
sendiri dan investor asing, dan tidak boleh ada yang diistimewakan. Padahal,
menurut syariat Islam, perlakuan terhadap pelaku usaha dalam negeri (rakyat)
memang harus dibedakan dengan pelaku usaha asing. Ini antara lain, tampak dalam
ketentuan tentang usyur misalnya.
Negara hanya boleh memungutnya secara penuh dari perdagangan asing (Kafir Harbi). Abdullah bin 'Umar pernah berkata, “Umar memungut ½
usyur dari perdagangan nabath, minyak (zaitun), dan gandum, supaya lebih banyak
dibawa ke Madinah agar rakyat terdorong membawa nabath, minyak zaitun, dan
gandum ke madinah. Ia juga memungut usyur dari pedagangan kapas” (H.R. Abu Ubaid). Atsar ini menunjukkan, bahwa 'Umar bin al-Khaththab
memungut usyur dari
perdagangan yang melewati perbatasan negara, yakni ¼ usyur dari perdagangan umat Islam dan ½ usyur dari pedagangan Kafir Dzimmi serta usyur dari penduduk Kafir Harbi. Mafhumnya, jika dalam perdagangan yang melewati
batas negara saja tidak boleh disamakan, terlebih menanam modal yang usahanya
berjalan di wilayah negeri muslim, tentu saja lebih tidak boleh disamakan.
Tidak
adanya pembedaan bidang usaha yang boleh dikuasai asing dan mana yang tidak,
bertentangan dengan konsep kepemilikan dalam Islam, yakni apakah pada sektor
kepemilikan individu, kepemilikan umum atau kepemilikan negara. Penanaman modal
oleh swasta hanya dibolehkan pada sektor usaha yang dapat dimiliki oleh
individu. Sementara dalam sektor kepemilikan umum sama sekali tidak boleh
dimiliki oleh swasta, baik dalam negeri maupun asing. Yang termasuk dalam
cakupan kepemilikan umum adalah: (1) Sarana-sarana umum yang amat diperlukan
oleh rakyat dalam kehidupan sehari-hari, seperti air, padang rumput, api, dll.
(2) Harta-harta yang keadaan aslinya terlarang bagi individu tertentu untuk
memilikinya, seperti jalan raya, sungai, danau, laut, masjid, lapangan, dll.
(3) Barang-barang tambang yang jumlahnya melimpah atau tak terbatas. Semua
sektor itu tidak boleh dimiliki, dikuasai, atau diserahkan pengelolaannya
kepada individu, kelompok individu baik dari dalam negeri apalagi dari luar
negeri.
Persoalan krusial lainnya adalah metode penyelesaian
sengketa. Solusi akhir sengketa antara pemerintah dengan penanaman modal dalam
negeri (PMDN) adalah pengadilan. Jika dengan penanaman modal asing (PMA) adalah
arbitrase internasional. Menurut Islam, penyelesaian sengketa wajib dilakukan
dalam mahkamah yang memutuskan dengan hukum syariat Islam. Diharamkan
memutuskan perkara dengan hukum-hukum yang tidak berasal syariat-Nya. Dengan
demikian, ketentuan menyelesaikan sengketa dengan membawanya kepada pengadilan
yang memutuskan dengan hukum jahiliah adalah haram. Terlebih kepada arbitrase
internasional. Lembaga tersebut bukan hanya menerapkan hukum kufur, tetapi juga
dikuasai oleh negara-negara Kafir imperialis. Meminta arbitrase internasional
untuk memutuskan hukum jelas bisa melapangkan jalan bagi negara-negara itu
menguasai negeri ini. Allah Swt berfirman:
وَلَنْ
يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً
Dan
sekali-kali Allah Swt tidak memberikan jalan bagi orang kafir untuk menguasai
orang-orang Muikmin (T.Q.S.
an-Nisa': 141).
Menghukum Para Pelanggar
Adanya para penguasa komprador semakin melancarkan
proyek liberalisasi dan privatisasi di negeri kaya sumber daya alam ini. Jika
penguasa suatu negara benar-benar bisa mengatakan “Tidak”, adanya intervensi
asing tidak akan terlalu berarti. Para penguasa komprador ini seakan tidak
memiliki nurani; ia rela merestui perampok menjarah kekayaan rakyatnya,
sementara rakyat harus puas dengan “hibah” berupa limbah dan kerusakan alam.
Kasus Lapindo Berantas mengingatkan kita terkait apa yang sedang kita
perbincangkan tadi. Para penguasa telah berbuat kejahatan, karena ikut andil
dalam aksi penjarahan itu. Padahal, tidak ada yang didapatkan penguasa model
itu, kecuali laknat dari rakyatnya, dan “amplop haram” yang diselipkan orang
kapitalis ke dalam saku bajunya. Sangat memalukan sekaligus memilukan. Belum
puas dengan itu, mereka mempertontontkan parodi politik yang lucu, berupa
tindakan korupsi sistemik untuk memakmurkan diri dan “keluarga besarnya”.
Dengan tegaknya hukum-hukum keuangan negara
Islam, kepemilikan umum, dan pelarangan transaksi ribawi, maka tidak ada lagi
jalan untuk merampok harta negara. Apabila terjadi pelanggaran maka negara akan
memberikan hukuman berat berupa ta’zir yang
diputuskan oleh khalifah atau qadli-nya. Bentuk ta’zir dalam pidana Islam bisa berupa,
peringatan (wa’zh), publikasi
kecurangan (tasyhir), celaan (taubih), penyitaan harta kekayaan,
pengasingan, cambuk, penjara hingga hukuman mati jika jelas-jelas
menimbulkan kerusakan bagi negara. Sebagai langkah prefentif, negara melarang
pemberian hadiah dan suap terhadap pejabat dan aparat negara.
Untuk konteks sekarang, sebenarnya pemerintah
secara sadar harus berani menegakkan keadilan bagi masyarakat dengan cara
menindak tegas para perampok uang negara. Sebaliknya penanganan kasus korupsi
yang terkesan tebang pilih, membuktikan lemahnya penegakkan hukum di negeri
ini.
Khatimah
Khulashatul
qaul, tunduk pada design
ekonomi asing yang pro liberal akan berbuah pada krisis ekonomi, kebijakan yang
memberatkan rakyat, dan perampokan terhadap kekayaan negara atas nama
investasi, privatisasi, bahkan transformasi manajemen. Untuk itu, setidaknya
ada dua hal yang harus kita perhatikan, dalam menyikapi persoalan ini. Pertama, strategic decision yang bersifat strategis
–jangka panjang. Keputusan ini berupa kesungguhan dalam membongkar setiap
rencana jahat (kasyf
al-khuththath) penguasa yang berkolaborasi dengan agen
kapitalis; melakukan edukasi yang masif kepada masyarakat untuk menanamkan mindset Islam;
artinya, semua diarahkan untuk melakukan rekayasa sosial menuju tegaknya
institusi Islam. Kedua,
action plan yang
berdimensi aksi dan advokasi jangka pendek. Diantaranya adalah mendesak
pemerintah untuk mengembalikan semua kepemilikan publik dengan
mengambilalih dari swasta untuk dipergunakan bagi kesejahteraan rakyat; menghukum
tegas para penguasa dan mantan penguasa yang berperilaku kriminal dan curang;
mengajukan judicial review kepada Mahkamah
Konstitusi (MK) terhadap setiap UU yang tidak memihak rakyat; menyerukan kepada
anggota DPR untuk menyadari peran dan tanggungjawabnya sebagai seorang Muslim
yang semestinya senantiasa terikat kepada syariat Islam dalam kegiatan
penyusunan perundang-undangan, karena dengan tidak mengacu kepada syariat Islam
bukan saja terlarang tapi juga secara pasti akan menimbulkan dampak buruk bagi
kehidupan bermasyarakat dan bernegara; pada tataran akademik, akademisi dapat
melakukan rekayasa dengan membuat model atau semacam regulasi dalam sistem
keuangan, APBN, dan investasi yang berdasar Islam; walhasil, langkah ini dilakukan untuk semakin menstimulus
proses edukasi kepada masyarakat. Wallahu
Jaringan Rothschild di Indonesia
Posted on Februari 9,
2010 by A Nizami
Di bawah adalah berita tentang
Jaringan Rostchild di Indonesia. Di antaranya adalah JP Morgan Securities.
Dengan agenda IMF yang memaksa
Indonesia untuk “Memprivatisasi” (Baca: Menjual) BUMN-BUMN (Badan Usaha Milik
Negara) yang ada, maka BUMN yang semula dimiliki oleh rakyat Indonesia yang
mayoritas Muslim akan berpindah tangan ke tangan Yahudi…
Dengan menguasai Bank Sentral
Keluarga Rothschild mencetak kertas tak berharga jadi dollar yang dipakai untuk
membeli BUMN2 dan Kekayaan Alam Negara Berkembang seperti Indonesia. Mereka
dielu2kan sebagai “Investor Asing”,,,:)
Dari link di bawah, ternyata
keluarga Rothschild menguasai Bank Sentral Inggris sementara Bank Sentral AS,
Federal Reserve Bank, dikuasai oleh keluarga Rothschild dan Rockefeller. Dengan
menguasai Bank Sentral Inggris dan AS, mereka menguasai uang dunia.
Bahkan Bank Sentral Indonesia, BI, sekarang
diswastanisasi sehingga lepas dari pemerintah berdaulat hasil pilihan rakyat.
BI “bekerjasama” dengan lembaga keuangan dunia seperti IMF dan World Bank yang
jelas-jelas dikuasai Yahudi. Jadi pemerintah pilihan rakyat sudah tidak
berdaulat lagi terhadap BI, sementara Yahudi melalui IMF dan World Bank serta
Perbankan dan Sekuritas yang mereka miliki justru punya pengaruh terhadap BI.
Bahkan Nathaniel Rothschild yang
menguasai perusahaan Vallar PLC membeli saham Bumi Resources untuk menguasai
tambang batubara di Indonesia.
http://www.financeasia.com/News/160840,rothschild-hires-sam-critchlow.aspx?refresh=on
Rothschild hires Sam Critchlow
By Sameera Anand | 19 November 2009
By Sameera Anand | 19 November 2009
Sam Critchlow joins Rothschild in
Jakarta from J.P. Morgan Cazenove.
Rothschild has hired Sam Critchlow from J.P. Morgan Cazenove to build up its mergers and acquisitions coverage for Indonesia.
Rothschild has hired Sam Critchlow from J.P. Morgan Cazenove to build up its mergers and acquisitions coverage for Indonesia.
Critchlow
joins Rothschild in the area of natural resources coverage, as a vice-president. He will also work on executing deals across Southeast Asia, with a particular focus on mining. Critchlow will be based in Rothschild’s Jakarta office and will work closely with the head of
Rothschild in Indonesia, Larry Sutikno, as well as with the Rothschild Singapore team and the Rothschild global mining team, led in Asia-Pacific by Marshall Baillieu in Sydney. …
joins Rothschild in the area of natural resources coverage, as a vice-president. He will also work on executing deals across Southeast Asia, with a particular focus on mining. Critchlow will be based in Rothschild’s Jakarta office and will work closely with the head of
Rothschild in Indonesia, Larry Sutikno, as well as with the Rothschild Singapore team and the Rothschild global mining team, led in Asia-Pacific by Marshall Baillieu in Sydney. …
==
Rangkul Bakrie-Recapital,
Rothschild ‘Tergoda’ Besarnya Batubara RI
Nurul Qomariyah – detikFinance
Jakarta – Nathaniel Rothschild
melalui perusahaannya, Vallar PLC meraup US$ 1,1 miliar dalam IPO-nya Juli
lalu. Dana dari hasil penjualan saham ke publik itu akan digunakan untuk
mengakuisisi sejumlah perusahaan pertambangan, namun tidak termasuk di
Indonesia. Lantas kenapa Rothschild melirik Indonesia?
Seperti diketahui, Vallar yang dibangun oleh Nathaniel
Rothschild dan James Campbel berhasil meraup dana 707 juta poundsterling (US$
1,07 miliar), dan sahamnya dicatatkan di Bursa London pada 14 Juli 2010. Hasil
dana IPO itu memang dimaksudkan untuk mengakuisisi sejumlah pertambangan.“Kami gembira telah menerima respons yang positif dari investor global dalam situasi yang sulit ini,” ujar Rothschild dalam pernyataannya beberapa waktu lalu seperti dikutip dari Reuters.
“Pasar yang menantang tersebut mendatangkan kami dengan kesempatan akuisisi yang menarik dan kami yakin kami dapat mengakuisisi bisnis pertambangan yang besar pada valuasi yang dapat meningkatkan nilai pemegang saham secara signifikan dan memberikan kerangka bagi pertumbuhan masa depan Vallar,” jelas Rothschild.
Vallar semula berniat untuk mengakuisisi pertambangan batubara di Colombia yang dimiliki perusahaan berbasis di AS, Drummond Co. Namun nyatanya, Vallar justru banting setir dan memilih Indonesia.
Kenapa?
“Karena aset-aset (batubara di Indonesia) secara signifikan jumlahnya lebih besar dan biayanya lebih rendah,” jelas Rothschild dalam conference call-nya seperti dikutip dari Wall Street Journal, Rabu (17/11/2010).
Indonesia kini tercatat sebagai eksportir batubara terbesar di dunia dengan konsumen terbesar adalah dari pembangkit-pembangkit listrik. Rothschild selanjutnya ingin menjadikan perusahaan gabungannya dengan Bakrie itu sebagai pemasok terbesar dunia.
“Kami telah mengumumkan terciptanya jawara batubara Indonesia… yang akan menjadi pemasok batubara thermal terbesar ke China,” ujar Rothschild.
Pada tahun 2009, total impor batubara China mencapai 126 juta ton, atau melonjak hingga 3 kali lipat dibandingkan tahun 2008.
Selain batubara, Rothschild juga mengincar sejumlah bahan tambang berharga lain di Indonesia seperti tembaga, emas, bijih besi, timbal, molybdenum, seng. Rothschild berharap bisa mendapatkan bahan-bahan tambang itu dari anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yakni PT Bumi Resources Mineral (BRM) . Anak usaha ini juga akan memberi Vallar akses ke Afrika.
BRM sendiri juga akan segera mencatatkan sahamnya di lantai bursa dengan harga saham ditetapkan sebesar Rp 635 per saham. Sejauh ini pemesanan saham BRM telah mengalami Kelebihan permintaan (oversubscribe) mencapai 5 kali dengan pesanan senilai US$ 1 miliar.
Selain memiliki 6 tambang, BRM juga membawahi Bumi Resources Japan Company Ltd, perusahaan pemasaran batubara dan mineral yang berdiri di bawah hukum negara Jepang. Hingga 30 Juni 2010, total nilai aset BRM tercatat sebesar Rp 18,705 triliun. Pendapatan BRM sebesar Rp 62,780 miliar yang diperoleh dari Bumi Japan. Pendapatan lain-lain tercatat sebesar Rp 413,758 miliar, terutama disumbangkan dari dividen 18% yang diterima BRM dari NNT. Untuk laba bersih tercatat sebesar Rp 174,686 miliar.
Seperti diketahui, PT Bakrie Brothers Tbk (BNBR) menggelar aksi korporasi menggemparkan dengan melakukan tukar guling saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dengan Vallar milik Rothschild, keluarga bankir terkaya di dunia.
BNBR menandatangani perjanjian jual beli dengan Vallar Plc untuk melepaskan 5,2 miliar saham BUMI di Rp 2.500 untuk mendapatkan 90,1 juta saham baru Vallar, dimana BNBR akan menerima 50,5 juta saham baru di Vallar seharga GBP 10 per saham.
Rothschild juga mengambil alih 75% saham PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU). Harga akuisisi saham BRAU akan dilakukan pada Rp 540. PT Bukit Mutiara, anak usaha Recapital Advisors melepaskan 75% sahamnya di PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) dan akan memperoleh dana tunai Rp 6,596 triliun dan 24,9% saham Vallar Plc, perusahaan milik keluarga Rothschild.
Pelepasan 75% saham BRAU ini akan dilakukan melalui 2 cara. Sebesar 35% saham BRAU akan dibayar tunai pada harga Rp 540 per saham senilai Rp 6,596 triliun, sedangkan 40% saham BRAU akan akan ditukar guling dengan 52,2 miliar saham Vallar Plc atau sekitar 24,9,” u
Usai transaksi ini, BNBR akan menjadi induk usaha Vallar Plc, sedangkan Vallar Plc akan menjadi pemegang 25% saham BUMI. Setelah transaksi, Vallar akan berganti nama menjadi Bumi Plc.
Dengan rampungnya transaksi dimaksud, Bakrie akan menjadi pemegang saham terbesar pada Bumi PLC serta berhak menunjuk posisi-posisi kunci di jajaran Direksi dan Manajemen Bumi PLC, khususnya posisi Chairman, CEO dan CFO di Vallar. Dengan demikian Bakrie akan secara langsung maupun tidak langsung, memegang kendali manajemen dan operasi di BUMI.
Transaksi ini ditangani oleh Credit Suisse sebagai penasihat keuangan BNBR. Secara tidak langsung, grup Bakrie dan Recapital pemilik Berau akan ikut tercatat di Bursa London.
(qom/qom)
Intervensi IMF terhadap
Bank Indonesia:
IMF Menyetujui Konsep
Amendemen UU BI
24/01/2001 08:28
Liputan6.com, Jakarta: Pemerintah Indonesia boleh bernapas lega. Pasalnya, Kepala Perwakilan Dana Moneter Internasional (IMF) di Jakarta John Dodsworth, baru-baru ini, menegaskan dukungannya kepada pemerintah dalam upaya membentuk Bank Sentral yang independen, namun tetap mengedepankan akuntabilitas.
24/01/2001 08:28
Liputan6.com, Jakarta: Pemerintah Indonesia boleh bernapas lega. Pasalnya, Kepala Perwakilan Dana Moneter Internasional (IMF) di Jakarta John Dodsworth, baru-baru ini, menegaskan dukungannya kepada pemerintah dalam upaya membentuk Bank Sentral yang independen, namun tetap mengedepankan akuntabilitas.
Bahkan, John Dodsworth menyatakan
IMF akan terus memberi masukan dalam proses pembahasan amendemen terhadap Undang-undang
Nomor 23/1999 tentang Bank Indonesia. Sejauh ini, dalam pembahasan amendemen UU
tersebut, John menilai pemerintah dan IMF masih memiliki kesamaan visi dan
tujuan. Ia meminta agar independensi Bank Sentral tidak digerogoti, namun dalam
melaksanakan wewenangnya BI tetap dapat memberikan pertanggungjawaban.
Amendemen terhadap UU BI kini
tengah dilaksanakan oleh tim kecil Panitia Khusus DPR dan pemerintah. Sebanyak
51 dari 79 ayat yang ada dalam UU BI akan dipertahankan. Sedangkan sisanya bisa
diubah atau dihapus.(ULF/Arief Suditomo)
Soal Penuntasan Amendemen
UU BI
Media Indonesia – Umum (22/06/2001 07:58 WIB)
Media Indonesia – Umum (22/06/2001 07:58 WIB)
Pemerintah Ajukan Empat
Opsi kepada IMF
JAKARTA (Media): Pemerintah telah
mengajukan opsi penuntasan amendemen UU BI kepada IMF. Karena itu, pemerintah
yakin, tim pengkajian ulang Dana Moneter Internasional (IMF) akan datang ke
Jakarta dalam waktu dekat ini.
Keyakinan tersebut juga didasarkan
atas sikap IMF terhadap pemerintah Indonesia yang mulai melunak. Bahkan
beberapa waktu lalu, Kepala Perwakilan IMF di Indonesia John Dodsworth,
mengeluarkan penilaiannya bahwa pemerintahan sekarang sudah cukup baik dan
memiliki keinginan untuk menuntaskan agenda dengan IMF.
“Dodsworth kemarin, mengatakan
bahwa pemerintahan sekarang sudah cukup baik dan sudah punya keinginan dengan
IMF untuk melaksanakan agenda secara intens, sehingga diharapkan misi IMF akan
segera datang ke Jakarta,” papar Menko Perekonomian Burhanuddin Abdullah ketika
menjelaskan hasil sidang kabinet di Bina Graha, kemarin.
Namun, dari Tulungagung Wakil
Presiden Megawati Soekarnoputri mengingatkan bahwa kondisi perekonomian saat
ini cukup berat. Kondisi ini membuat ketergantungan negara terhadap bantuan
luar negeri berupa utang menjadi cukup besar. “Utang luar negeri kita saat ini
cukup memberatkan. Sehingga, ekonomi kita seakan-akan tergantung kepada luar
negeri, IMF,” kata Wapres saat meresmikan Bendungan Wonorejo, kemarin.
Bahkan, Wapres mengaku pusing jika
harus memimpin rapat kabinet bidang ekonomi yang membahas masalah-masalah utang
tersebut.
Empat opsi
Berkaitan dengan kedatangan tim IMF
itu, pemerintah juga telah mengajukan tawaran empat opsi penuntasan amendemen
UU BI kepada IMF. Pengajuan empat opsi ini sebagai bagian dari upaya
mempercepat proses pembahasan kaji ulang letter of intent (LoI) IMF. Menurut
Menko Burhanuddin, salah satu opsi itu adalah revisi atau menyusun ulang
rumusan Pasal 75 UU BI. Pasal ini sendiri mengatur masalah pengangkatan dan
pergantian Dewan Gubernur BI.
Selain menyangkut Pasal 75, opsi
lain yang ditawarkan adalah menyangkut pembentukan Badan Supervisi BI. Namun,
Burhanuddin tidak menjelaskan lebih rinci dua opsi itu dan tidak menyebutkan
dua opsi lainnya. Kendati demikian, ia yakin, dengan diajukannya empat opsi
ini, tim kaji ulang LoI IMF akan segera datang ke Jakarta.
Secara terpisah, Ketua Panitia
Kerja Amendemen UU No 23 tentang BI Mardiyanto Daryatmo kepada Media mengatakan,
IMF sebenarnya hanya meminta agar Dewan Supervisi sifatnya independen. IMF
tidak meminta agar Dewan Supervisi itu memiliki wewenang mengangkat dan
memberhentikan Dewan Gubernur BI.
“IMF tidak meminta hak pengangkatan
dan pemberhentian Dewan Gubernur ada di tangan Dewan Supervisi. Hak mengangkat
dan memberhentikan tetap ada di tangan DPR. Mereka (IMF-Red) hanya meminta agar
Dewan Supervisi ini independen,” ujar Mardiyanto Daryatmo.
Karena independen itu, DPR
mengusulkan agar Dewan Supervisi tersebut berasal dari kalangan profesional,
bukan dari BI, pemerintah, atau DPR. Yang jelas, menurut Mardiyanto,
anggota-anggota Dewan Supervisi tersebut harus mengerti keuangan, perbankan,
dan moneter. “Bisa siapa saja. Bisa mantan Gubernur BI, bisa wartawan, yang
penting profesional.” Mengenai Pasal 75 tentang Dewan Gubernur, menurut
Mardiyanto, IMF juga tidak mempermasalahkan jika anggota partai politik menjadi
Dewan Gubernur. “Kalimatnya begini, `Dewan Gubernur BI tidak menjadi pengurus
partai politik.` Artinya, dia harus melepaskan jabatannya sebagai pengurus
partai jika ia menjadi Dewan Gubernur. Kalau ia masih menjadi anggota, tidak
apa-apa,” paparnya.
Pasalnya, masih menurut Mardiyanto,
anggota partai tidak ikut dalam mengambil kebijakan. Ia hanya duduk sebagai
anggota yang pasif.
Sebelumnya diberitakan, Ketua
Pansus Amendemen UU BI Theo F Toemion mengatakan IMF yang juga tidak puas
dengan keputusan yang telah diambil pemerintah dan DPR mengenai Dewan
Supervisi. IMF menurutnya masih menuntut persyaratan yang sesuai dengan mereka.
(Tjs/Awi/IS/O-1)
http://els.bappenas.go.id/upload/other/Soal%20Penuntasan%20Amendemen%20UU%20BI.htm
===
http://www.eubankers.net/articles/2009/November/Rothschild.names.JP.Morgan.banker.to.Asian.M&A.post/index.cmc?&SID=1
Rothschild names JP Morgan banker to Asian M&A post
November 19, 2009
Rothschild has hired Sam Critchlow from J.P. Morgan Cazenove to build up its mergers and acquisitions coverage for Indonesia.
Rothschild names JP Morgan banker to Asian M&A post
November 19, 2009
Rothschild has hired Sam Critchlow from J.P. Morgan Cazenove to build up its mergers and acquisitions coverage for Indonesia.
Critchlow joins Rothschild in the
area of natural resources coverage, as a vice-president. He will also work on
executing deals across Southeast Asia, with a particular focus on mining.
Critchlow will be based in Rothschild’s Jakarta office and will work closely
with the head of Rothschild in Indonesia, Larry Sutikno, as well as with the
Rothschild Singapore team and the Rothschild global mining team, led in
Asia-Pacific by Marshall Baillieu in Sydney.
Critchlow last worked in the UK
corporate finance team at J.P. Morgan Cazenove in London, covering a range of
mining and industrial companies, and providing M&A and equity capital
markets advice. He has also worked at Schroder Investment Management in London
and New York.
==
http://www.ifrasia.com/naturally-critchlow-for-rothschild/90856.article
Naturally Critchlow for Rothschild
IFR Asia 626 – November 21, 2009
Sam Critchlow has joined Rothschild’s M&A advisory team in Asia as vice president to boost its natural resources expertise. Critchlow was previously based in London with JP Morgan Cazenove where he provided M&A and ECM advisory services in corporate finance covering mining and industrial companies. He will be based in Jakarta and will work on natural resources coverage and transaction execution in South-East Asian markets. He will work closely with Larry Sutikno, head of Rothschild Indon
IFR Asia 626 – November 21, 2009
Sam Critchlow has joined Rothschild’s M&A advisory team in Asia as vice president to boost its natural resources expertise. Critchlow was previously based in London with JP Morgan Cazenove where he provided M&A and ECM advisory services in corporate finance covering mining and industrial companies. He will be based in Jakarta and will work on natural resources coverage and transaction execution in South-East Asian markets. He will work closely with Larry Sutikno, head of Rothschild Indon
==
Beberapa pembaca dalam rubrik
Konsultasi “Di balik Konspirasi” menanyakan soal peran Rothschild dalam pendirian
bank sentral Inggris dan bank sentral Amerika Serikat yang sama-sama swasta.
Disebabkan jawabannya amat panjang, maka saya akan memaparkan peran tokoh
Zionis-Yahudi dunia tersebut dalam rubrik ini yang terbagi dalam beberapa
bagian. Selamat membaca.
Beberapa pembaca dalam rubrik
Konsultasi “Di balik Konspirasi” menanyakan soal peran Rothschild dalam
pendirian bank sentral Inggris dan bank sentral Amerika Serikat yang sama-sama
swasta. Disebabkan jawabannya amat panjang, maka saya akan memaparkan peran tokoh
Zionis-Yahudi dunia tersebut dalam rubrik ini yang terbagi dalam beberapa
bagian. Selamat membaca.
==
Rothschild, Bank Inggris, dan The Federal Reserve (2)
Wilhelm von Hanau merupakan seorang
kepala negara yang kaya raya dan berpengaruh. Bisa jadi, bisnis utama Wilhelm
yang memiliki sepasukan tentara sewaan (bisnis ini juga berasal dari bisnis
para Templar!) membuatnya disegani tidak saja di Jerman tetapi juga di
wilayah-wilayah sekitarnya. Wilhelm juga memiliki kekerabatan dengan sejumlah
keluarga kerajaan Eropa lainnya. Inggris merupakan salah satu langganan setia
dalam bisnis tentara sewaannya. Harap maklum, daerah koloni Inggris di seberang
lautan sangat luas dan banyak.
Dalam bisnis ini, Rothschild
bertindak sebagai dealernya. Karena kerja Rothschild begitu memuaskan, maka
Wilhelm pernah memberinya hibah uang sebanyak 600.000 pound atau senilai tiga
juta dollar AS dalam bentuk deposito. Dari usahanya ini, Wilhelm memiliki
banyak uang. Ketika meninggal, Wilhelm meninggalkan warisan terbesar dalam rekor
warisan raja Eropa yakni setara dengan 200 juta dollar AS! (Maulani; 2002)
Sumber lainnya mengatakan bahwa
uang sebesar tiga juta dollar AS itu sebenarnya berasal dari pembayaran sewa
tentara kerajaan Inggris kepada Wilhelm, namun digelapkan oleh Rothschild
(Jewish Encyclopedia, Vol. 10, h.494).
Dengan bermodalkan uang haram
inilah Rothschild membangun kerajaan bisnis perbankannya yang pertama dan
menjadi bankir internasional yang pertama. Sebenarnya, Rothschild I ini tidak
membangun kerajaannya sendiri. Beberapa tahun sebelumnya ia telah mengirim anak
bungsunya, Nathan Rothschild yang dianggap paling berbakat ke Inggris untuk
memimpin bisnis keluarga di wilayah tersebut. Di London Nathan mendirikan
sebuah bank dagang dan modalnya diberikan oleh Rothschild I sebesar tiga juta
dollar AS yang berasal dari uang haram itu.
Di London, Nathan Rothschild
menginventasikan uang itu dalam bentuk emas-emas batangan dari East India
Company. Berasal dari uang haram, diputar dengan cara yang penuh dengan tipu
daya, memakai sistem ribawi yang juga haram, kian berkembanglah bisnis keuangan
keluarga Rothschild ke seluruh Eropa. Berdirilah cabang-cabang perusahaan
Rothschild di Berlin, Paris, Napoli, dan Vienna. Rothschild I menempatkan
setiap anaknya menjadi pemimpin usaha di cabang-cabangnya itu. Karl di Napoli,
Jacob di Paris, Salomon di Vienna, dan Amshell III di Berlin. Kantor pusatnya
tetap di London.
Rothschild I meninggal dunia pada
19 September 1812. Beberapa hari sebelum mangkat, ia menulis sebuah surat
wasiat yang antara lain berbunyi:
* Hanya keturunan laki-laki yang
diperbolehkan berbisnis. Semua posisi kunci harus dipegang oleh keluarga.
* Anggota keluarga hanya boleh mengawini saudara sepupu sekali (satu kakek) atau paling jauh sepupu dua kali (satu paman). Dengan demikian harta kekayaan keluarga tidak jatuh ke tangan orang lain. Awalnya aturan ini dipegang ketat, tapi ketika banyak pengusaha Yahudi lainnya bermunculan sebagai pengusaha dunia, aturan ini dikendurkan, walau demikian hanya boleh mengawini anggota-anggota terpilih.
* Anggota keluarga hanya boleh mengawini saudara sepupu sekali (satu kakek) atau paling jauh sepupu dua kali (satu paman). Dengan demikian harta kekayaan keluarga tidak jatuh ke tangan orang lain. Awalnya aturan ini dipegang ketat, tapi ketika banyak pengusaha Yahudi lainnya bermunculan sebagai pengusaha dunia, aturan ini dikendurkan, walau demikian hanya boleh mengawini anggota-anggota terpilih.
Dinasti Rothschild tidak punya
sahabat atau sekutu sejati. Baginya, sahabat adalah mereka yang menguntungkan
kantongnya. Jika tidak lagi menguntungkan maka ia sudah menjadi bagian masa
lalu dan dimasukkan ke dalam tong sampah. Pangeran Wilhelm sendiri akhirnya
dilupakan oleh Rothschild setelah ia berhasil menilep uangnya. Ketika Inggris
dan Perancis berperang dengan memblokade pantai lawan masing-masing, hanya
armada Rothschild yang bebas keluar masuk pelabuhan karena Rothschild telah membiayai
kedua pihak yang berperang tersebut.
Bank Sentral Inggris dan Utang
Sebagai Alat Penjajahan
Beberapa orang menyangka jika
pendirian Bank of England, bank sentral pertama di dunia, juga akibat campur
tangan dari Dinasti Rothschild. Anggapan ini sebenarnya tidak tepat karena
Rothschild I sendiri baru lahir di Bavaria pada tahun 1743, sedangkan Bank of
England berdiri pada 27 Juli 1694.
Sebelum Dinasti Tameng Merah lahir,
jaringan Luciferian yang terdiri dari tokoh-tokoh Yahudi berpengaruh dunia yang
dikenal dengan istilah “Para Konspirator”, para pewaris Templar, Orde Militeris
yang kaya raya, telah mencanangkan untuk menguasai England yang menjadi Inggris
sekarang dengan strategi lidah ular: Pertama, merekayasa pernikahan keluarga
raja Inggris sehingga nantinya para Raja Inggris berdarah Yahudi, dan yang
kedua lewat provokasi perang melawan Perancis agar Inggris memerlukan uang yang
banyak di mana pihak Konspirasi akan memberi utang kepada Raja Inggris. Dengan
utang, diharapkan kerajaan besar itu akan takluk.
Inilah fakta sejarah jika jaringan
Yahudi Dunia sejak dulu telah menggunakan utang sebagai alat penakluk suatu
negeri. Sekarang, Indonesia yang kaya raya, juga telah ditaklukkan dan dijajah
oleh utang. Para tokoh Neo-Liberal di negeri ini yang gemar mengundang utang
imperialis masuk ke negeri ini merupakan pelayan-pelayan kepentingan
Luciferian. Banyak orang yang mengaku Islam menjadi pendukung kelompok
Luciferian ini disebabkan mereka malas berpikir sehingga mudah ditipu
mentah-mentah.
Perjalanan para Konspirator dalam
menaklukan Keraaan Inggris diawali dari suatu pertemuan sejumlah petinggi Ordo
Kabbalah di Belanda. Mereka menggelar pertemuan dan sepakat untuk menguasai
Tahta Kerajan Inggris sepenuhnya dengan cara menurunkan Dinasti Stuart dan menggantikannya
dengan seseorang yang mereka bina dari Dinasti Hanover dari Istana Nassau,
Bavaria.
Kala itu, Tahta Kerajaan Inggris
tengah diduduki King Charles II (1660-1685). Raja Inggris ini masih kerabat
dekat Duke of York. Mary adalah anak sulung dari Duke of York. Diam-diam,
kelompok Konspirator mengatur strategi agar Mary yang masih gadis itu bertemu
dengan ‘Sang Pangeran’ bernama William II, salah seorang pangeran kerajaan
Belanda dan pemimpin pasukan kerajaan. Mary dan William II pun bertemu dan saling
tertarik. Pada tahun 1674 mereka menikah. Tahun 1685 King Charles II meninggal
dan digantikan oleh James II yang memerintah sampai tahun 1688.
Dari hasil perkawinan antara
William II dan Mary, lahir seorang putera yang kemudian dikenal sebagai William
III, yang kemudian menikah dengan seorang puteri dari King James II bernama
Mary II. William III yang berdarah campuran antara Dinasti Stuart dengan
Dinasti Hanover ternyata menurut kelaziman tidak bisa menjadi Raja Inggris
disebabkan ia bukan berasal dari garis keturunan laki-laki Inggris, melainkan
dari garis perempuan. Mary II, isterinyalah, yang lebih berhak menyandang gelar
Queen.
Di sinilah para petinggi Yahudi
melancarkan konspirasi dengan mengobarkan ‘Glorious Revolution’ dan akhirnya
berkat Partai Whig yang melakukan kerjasama diam-diam dengan tokoh-tokoh Yahudi
dan Partai Tory yang bersikap pragmatis, revolusi tanpa darah ini berhasil
menaikkan William III sebagai Raja Inggris. Beberapa tahun sebelumnya, lewat
tangan Oliver Cromwell, kekuatan Yahudi juga telah ‘menyikat’ King Charles I
dan menguasai lembaga-lembaga keuangan di kerajaan itu. Dengan berkuasanya
William III maka Inilah awal hegemoni Dinasti Hanover bertahta di Kerajaan
Inggris sampai sekarang. Apalagi Dinasti Windsor yang berkuasa di Kerajaan
Inggris sekarang merupakan keturunan langsung dari King Edward III (Prince of
Wales) yang merupakan keturunan Hanover (bersambung/ridyasmara/em).
Dalam aspek ekonomi, Illuminati memiliki
tujuan membentuk mata uang tunggal dunia. Untuk efek ini, telah perlu
menurunkan mata uang nasional yang independen. Pengenalan mata uang Euro adalah
batu loncatan menuju hal tersebut, dengan pengorbanan kesengsaraan dirasakan di
Inggris tidak diragukan lagi dimaksudkan untuk menyeret bahwa bangsa bangga
sekali menendang dan berteriak “ke mata uang tunggal.” Tetapi sekali lagi, Euro
tidak pernah dimaksudkan sebagai dan tujuan itu sendiri. Hanya “selisih” terhadap
solusi akhir untuk tujuan Illuminati Luciferian tentang dominasi dunia, dan
sistem dunia uang mereka.
1789 - Rencana Illuminati untuk memprakarsai Revolusi Perancis berhasil sampai tahun 1793. Revolusi ini adalah impian para bankir, mereka mendirikan sebuah konstitusi dan meluluskan aturan untuk melarang Gereja Roma untuk memungut pajak dan juga mengeluarkan Gereja sebagai obyek pengecualian pajak.
1790 - Mayer Amschel Rothchild berkata, “Biarkan saya menerbitkan dan mengontrol uang sebuah Negara dan saya tidak peduli siapa yang menulis hukumnya.”
1791 - Rothschild mendapatkan “kontrol atas uang negara” melalui agennya di kabinet George Washington, Alexander Hamilton, dengan mendirikan sebuah bank sentral di Amerika yang dinamakan First Bank of the United States. Kartel ini diberikan selama 20 tahun.
1798 - Pada umur 21, Nathan Mayer Rothschild meninggalkan Frankfurt menuju Inggris, dan mendirikan sebuah bank di London.
1810 - Sir Francis Baring dan Abraham Goldsmid meninggal. Dengan demikian Nathan Rothschild menjadi satu-satunya bankir besar di Inggris.
Salomon Rothschild menuju Vienna, Austria, dan mendirikan sebuah bank, M.von Rothschild und Sohne.
1811 - Kartel Bank of the United States habis dan Konggres Amerika tidak memperpanjangnya. Nathan Rothschild berkata, “Bila aplikasi perpanjangan kartel ini tidak diperpanjang, Amerika akan terlibat dalam perang yang mengerikan.” Konggres tetap menolak memperpanjang kartel ini, dan Nathan Rothschild mengancam kembali, “Beri pelajaran buat Amerika yang lancang. Bawa kembali mereka ke status kolonial.”
1828 - Amschel Mayer Rothschild, yang keuangan Illuminati, menyatakan penghinaan mengucapkannya untuk pemerintah nasional yang mencoba mengatur Bankir Internasional seperti dia: "Izinkan saya untuk mengeluarkan dan mengendalikan uang suatu negara, dan aku tidak peduli yang menulis hukum."
1832 - Presiden Amerika Andrew Jackson mengampanyekan slogan “Jackson And No Bank!” Dia ingin kontrol sistem uang di Amerika ada di tangan rakyat, bukan di tangan bankir (Rothschild family). Kelak uang tidak akan berlaku lagi sebagai perdagangan. Suatu saat tubuh manusia akan ditanami chip yg fungsinya sebagai KTP, kartu kredit, dan semua aktivitas orang tersebut dapat dipantau. Penelitian dan uji coba sudah ada, cuma akan diterapkan secara perlahan-lahan.
1789 - Rencana Illuminati untuk memprakarsai Revolusi Perancis berhasil sampai tahun 1793. Revolusi ini adalah impian para bankir, mereka mendirikan sebuah konstitusi dan meluluskan aturan untuk melarang Gereja Roma untuk memungut pajak dan juga mengeluarkan Gereja sebagai obyek pengecualian pajak.
1790 - Mayer Amschel Rothchild berkata, “Biarkan saya menerbitkan dan mengontrol uang sebuah Negara dan saya tidak peduli siapa yang menulis hukumnya.”
1791 - Rothschild mendapatkan “kontrol atas uang negara” melalui agennya di kabinet George Washington, Alexander Hamilton, dengan mendirikan sebuah bank sentral di Amerika yang dinamakan First Bank of the United States. Kartel ini diberikan selama 20 tahun.
1798 - Pada umur 21, Nathan Mayer Rothschild meninggalkan Frankfurt menuju Inggris, dan mendirikan sebuah bank di London.
1810 - Sir Francis Baring dan Abraham Goldsmid meninggal. Dengan demikian Nathan Rothschild menjadi satu-satunya bankir besar di Inggris.
Salomon Rothschild menuju Vienna, Austria, dan mendirikan sebuah bank, M.von Rothschild und Sohne.
1811 - Kartel Bank of the United States habis dan Konggres Amerika tidak memperpanjangnya. Nathan Rothschild berkata, “Bila aplikasi perpanjangan kartel ini tidak diperpanjang, Amerika akan terlibat dalam perang yang mengerikan.” Konggres tetap menolak memperpanjang kartel ini, dan Nathan Rothschild mengancam kembali, “Beri pelajaran buat Amerika yang lancang. Bawa kembali mereka ke status kolonial.”
1828 - Amschel Mayer Rothschild, yang keuangan Illuminati, menyatakan penghinaan mengucapkannya untuk pemerintah nasional yang mencoba mengatur Bankir Internasional seperti dia: "Izinkan saya untuk mengeluarkan dan mengendalikan uang suatu negara, dan aku tidak peduli yang menulis hukum."
1832 - Presiden Amerika Andrew Jackson mengampanyekan slogan “Jackson And No Bank!” Dia ingin kontrol sistem uang di Amerika ada di tangan rakyat, bukan di tangan bankir (Rothschild family). Kelak uang tidak akan berlaku lagi sebagai perdagangan. Suatu saat tubuh manusia akan ditanami chip yg fungsinya sebagai KTP, kartu kredit, dan semua aktivitas orang tersebut dapat dipantau. Penelitian dan uji coba sudah ada, cuma akan diterapkan secara perlahan-lahan.
0 komentar:
Posting Komentar