Minggu, 08 Juli 2012

RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI

08:43 by bayutube86 · 0 comments
Sebelum mengambil langkah-langkah untuk Restrukturisasi dan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam hubungannya dengan Perekonomian Indonesia,sudah sepatutnya kita pertanyakan terlebih dahulu tentang justifikasi keberadaan BUMN.Hal ini penting karena apalah gunanya mengutak-atik sesuatu yang barangkali sudah tidak patut memiliki hak hidup secara ekonomi dan/atau menjadi beban pemerintah kalau tetap mengelolanya.

LIMA FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI KEBERADAAN BUMN
  1. Pelopor atau perintis karena swasta tidak tertarik untuk menggelutinya
  2. Pengelola bidang-bidang usaha yang "strategis" dan pelaksana pelayanan publik
  3. Penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar
  4. Sumber Pendapatan Negara
  5. Hasil dari nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda
DEFINISI RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI BUMN
Pengertian Restrukturisasi BUMN adalah upaya peningkatan kesehatan BUMN / perusahaan dan pengembangan kinerja usaha melalui sistem baku yang biasa berlaku dalam dunia korporasi.
Tujuan Restrukturisasi BUMN :
  1. Mengubah kontrol pemerintah terhadap BUMN yang semula secara langsung (control by process) menjadi kontrol berdasarkan hasil (control by result). Pengontrolan atas BUMN tidak perlu lagi melalui berbagai formalitas aturan, petunjuk, perijinan dan lain-lain, akan tetapi melalui penentuan target-target kualitatif dan kuantitatif yang harus dicapai oleh manajemen BUMN, seperti ROE (Return On Asset), ROI (Return On Investment) tertentu dan lain-lain.
  2. Memberdayakan manajemen BUMN (empowerment) melalui peningkatan profesionalisme pada jajaran Direksi dan Dewan Komisaris
  3. Melakukan reorganisasi untuk menata kembali kedudukan dan fungsi BUMN dalam rangka menghadapi era globalisasi (AFTA, NAFTA, WTO) melalui proses penyehatan , konsolidasi, penggabungan (merger), pemisahan, likuidasi dan pembentukan holding company secara selektif.
  4. Mengkaji berbagai aspek yang terkait dengan kinerja BUMN, antara lain penerapan sistem manajemen korporasi yang seragam (tetap memperhatikan ciri-ciri spesifik masing-masing BUMN), pengkajian ulang atas sistem penggajian (remunerasi), penghargaan dan sanksi (reward & punishment).
Pengertian Privatisasi Pada hakekatnya adalah melepas kontrol monopolistik Pemerintah atas BUMN. Akibat kontrol monopolistik Pemerintah atas BUMN menimbulkan distorsi antara lain, pola pengelolaan BUMN menjadi sama seperti birokrasi Pemerintah, terdapat conflict of interest antara fungsi Pemerintah sebagai regulator dan penyelenggara bisnis serta BUMN menjadi lahan subur tumbuhnya berbagai praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan cenderung tidak transparan. Fakta membuktikan bahwa praktek KKN tidak ada (jarang ditemukan) pada BUMN yang telah menjadi perusahaan terbuka (go public).

Manfaat Privatisasi BUMN
  1. BUMN akan menjadi lebih transparan, sehingga dapat mengurangi praktek KKN.
  2. Manajemen BUMN menjadi lebih independen, termasuk bebas dari intervensi birokrasi.
  3. BUMN akan memperoleh akses pemasaran ke pasar global, selain pasar domestik.
  4. BUMN akan memperoleh modal ekuitas baru berupa fresh money sehingga pengembangan usaha menjadi lebih cepat.
  5. BUMN akan memperoleh transfer of technology, terutama teknologi proses produksi.
  6. Terjadi transformasi corporate culture dari budaya birokratis yang lamban, menjadi budaya korporasi yang lincah.
  7. Mengurangi defisit APBN, karena dana yang masuk sebagian untuk menambah kas APBN.
  8. BUMN akan mengalami peningkatan kinerja operasional / keuangan, karena pengelolaan perusahaan lebih efisien.
KONTROVERSI RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI BUMN

Pihak yang setuju dengan privatisasi BUMN berargumentasi bahwa privatisasi perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja BUMN serta menutup devisit APBN. Dengan adanya privatisasi diharapkan BUMN akan mampu beroperasi secara lebih profesional lagi. Logikanya, dengan privatisasi di atas 50%, maka kendali dan pelaksanaan kebijakan BUMN akan bergeser dari pemerintah ke investor baru. Sebagai pemegang saham terbesar, investor baru tentu akan berupaya untuk bekerja secara efisien, sehingga mampu menciptakan laba yang optimal, mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, serta mampu memberikan kontribusi yang lebih baik kepada pemerintah melalui pembayaran pajak dan pembagian dividen.

Pihak yang tidak setuju dengan privatisasi berargumentasi bahwa apabila privatisasi tidak dilaksanakan, maka kepemilikan BUMN tetap di tangan pemerintah. Dengan demikian segala keuntungan maupun kerugian sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Mereka berargumentasi bahwa devisit anggaran harus ditutup dengan sumber lain, bukan dari hasil penjualan BUMN. Mereka memprediksi bahwa defisit APBN juga akan terjadi pada tahun-tahun mendatang. Apabila BUMN dijual setiap tahun untuk menutup defisit APBN, suatu ketika BUMN akan habis terjual dan defisit APBN pada tahun-tahun mendatang tetap akan terjadi.

Kontroversi privatisasi BUMN juga timbul dari pengertian privatisasi dalam Pasal 1 (12) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN yang menyebutkan :

“Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat”.

Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa privatisasi yaitu pernjualan saham sebagian dan seluruhnya, kata seluruhnya inilah yang mengandung kontroversi bagi masayarakat karena apabila dijual saham seuruhnya kepemilkan pemerintah terhadap BUMN tersebut sudah hilang beralih menjadi milik swasta dan beralih, namanya bukan BUMN lagi tetapi perusahaan swasta sehingga ditakutkan pelayan publik ke masyarakat akan ditinggalkan apabila dikelola oleh pihak swasta dan apabila diprivatisasi hendaknya hanya sebagaian maksimal 49% dan pemerintah harus tetap sebagai pemegang saham mayoritas agar aset BUMN tidak hilang dan beralih ke swasta dan BUMN sebagai pelayan publik tetap diperankan oleh pemerintah

Sementara itu, pemerintah sendiri terdesak untuk melakukan privatisasi guna menutup defisit anggaran. Defisit anggaran selain ditutup melalui utang luar negeri juga ditutup melalui hasil privatisasi dan setoran BPPN. Dengan demikian, seolah-olah privatisasi hanya memenuhi tujuan jangka pendek (menutup defisit anggaran) dan bukan untuk maksimalisasi nilai dalam jangka panjang. Jika pemerintah sudah mengambil langkah kebijakan melakukan privatisasi, secara teknis keterlibatan negara di bidang industri strategis juga sudah tidak ada lagi dan pemerintah hanya mengawasi melalui aturan main serta etika usaha yang dibuat. Secara kongkret pemerintah harus memisahkan fungsi-fungsi lembaga negara dan fungsi bidang usaha yang kadang-kadang memang masih tumpang tindih dan selanjutnya pengelolaannya diserahkan kepada swasta.

Fakta memang menunjukkan bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh swasta hasilnya secara umum lebih efisien. Berdasarkan pengalaman negara lain menunjukkan bahwa negara lebih baik tidak langsung menjalankan operasi suatu industri, tetapi cukup sebagai regulator yang menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menikmati hasil melalui penerimaan pajak.

Oleh karena itu, privatisasi dinilai berhasil jika dapat melakukan efisiensi, terjadi penurunan harga atau perbaikan pelayanan. Selain itu, privatisasi memang bukan hanya menyangkut masalah ekonomi semata, melainkan juga menyangkut masalah transformasi sosial. Di dalamnya menyangkut landasan konstitusional privatisasi, sejauh mana privatisasi bisa diterima oleh masyarakat, karyawan dan elite politik (parlemen) sehingga tidak menimbulkan gejolak.
TIGA LANGKAH MENDESAK UNTUK DILAKUKAN PEMERINTAH DALAM MASALAH RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI BUMN
  1. Mengubah orientasi pelaksanaan program privatisasi dari berjangka pendek menjadi berjangka panjang. Artinya, pelaksanan program privatisasi tidak hanya ditujukan untuk memancing masuknya investor asing dan tercapainya target penerimaan anggaran negara, tetapi langsung diarahkan untuk membangun landasan yang kuat bagi perkembangan perekonomian nasional
  2. Segera menerbitkan UU Privatisasi yang dapat menjamin berlangsungnya proses privatisasi secara demokratis dan transparan. Dalam UU Privatisasi ini hendaknya tidak hanya diatur mengenai proses privatisasi BUMN, tetapi harus mencakup pula proses privatisasi BUMD dan harta publik lainnya. Semua itu tidak hanya diperlukan untuk melindungi kepentingan publik, tapi juga untuk memperjelas peranan negara dalam pengelolaan perekonomian nasional.
  3. Segera membubarkan kantor menteri Negara BUMN dan mengubahnya menjadi sebuah badan otonom dengan nama Badan Penyehatan dan Privatisasi BUMN (BPP-BUMN). Badan yang memiliki kedudukan sederajat dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) ini, tidak hanya bertugas untuk menjual BUMN, tetapi terutama didorong untuk mengutamakan peningkatan kinerja BUMN agar benar-benar bermanfaat bagi masa depan perekonomian Indones

Kerusakan Adagium “Power To Money, Money To Power”
(Analisis Kasus Perampokan Kekayaan Negara dalam Perspektif Islam)
Oleh : Ufayroh al-Khonsa*)
Hingga saat ini perampokkan kekayaan Negara terus berlangsung. Mulai dari kebijakan yang memberatkan rakyat hingga privatisasi, proyek liberalisasi hingga privatisasi sumber kekayaan negeri ini terus dilakukan. Bagaiamana analisis terhadap kasus perampokkan Negara dalam persepektif Islam ini. Tulisan ini menjelaskan akan mengupas tuntas tentang persoalan ini.
 
Muqaddimah
 Saat tulisan ini dibuat, 11 Pebruari 2008, saya masih terus mencermati isu penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Tepatnya di Metro TV dalam Economic Challenge, diskusi seputar domain itu terus menghangat, mengingat besok harinya, 12 Pebruari 2008, interpelasi atas kasus BLBI ini akan dilakukan oleh anggota dewan. Dua hari berselang, tepatnya 13 Pebruari 2008, Metro TV kembali mengangkat isu itu dalam Save Our Nation dengan tajuk “Sandiwara Politik Interpelasi BLBI”. Sebenarnya, kasus penyelewan dana BLBI ini adalah contoh kecil dari realitas buruknya tata kelola ekonomi Indonesia yang mengakibatkan hilangnya kekayaan negara dalam jumlah yang tidak sedikit. Ambil saja sebagai contoh, implementasi undang-undang (UU) penanaman modal asing yang berujung pada eksploitasi sumber daya alam (SDA) di Indonesia, dan regulasi privatisasi yang semakin menjadi-jadi. Akibatnya, tentu saja tidak sederhana. Rakyat yang seharusnya menikmati kekayaan negara, akhirnya menjadi pihak yang semakin terpuruk dalam kesedihan. Di sisi lain, kekayaan negara yang dimiliki Indonesia tidak perlu diragukan lagi dari sisi melimpahnya aset SDA. Alhasil, perbincangan untuk menelusur kemana larinya uang negara yang tidak sedikit itu, menjadi urgen. Lebih jauh lagi, kita patut bertanya, siapa sesungguhnya yang menikmati kekayaan negara –yang merupakan hak rakyat- itu? Dan bagaimana aksiologi Islam dalam menyikapi itu semua?
 Kekayaan yang Hilang
 Merampok uang negara/rakyat bukan perkara aneh di Indonesia. Perampokan itu sudah lama terjadi di negeri ini, baik dilakukan oleh oknum bangsa sendiri maupun pihak asing. Menariknya, perampokan yang sangat besar sepanjang sejarah kemerdekaan Indonesia justru terjadi pada era reformasi. Padahal, era ini merupakan era yang dijadikan momentum perubahan dan pemberantasan korupsi oleh mahasiswa dan masyarakat. Persoalannya justru berbalik, yakni menjadi ”legalisasi” perampokan uang negara.
 Jika kita mencermati apa yang terjadi di semester pertama tahun ini dan beberapa tahun kebelakang, setidaknya ada tiga isu utama yang berperan penting dalam lenyapnya uang negara yang hakikatnya adalah uang rakyat itu. Tiga isu kontroversial itu adalah kasus penyelewengan dana BLBI, privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan eksploitasi SDA yang kompatibel dengan dibukanya regulasi investasi asing di sektor publik yang krusial.
 Pertama, kasus BLBI. Kasus BLBI pertama kali mencuat ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan hasil auditnya pada Agustus 2000. Laporan itu menyebut adanya penyimpangan penyaluran dana BLBI Rp 138,4 triliun dari total dana senilai Rp 144,5 triliun. Kasus tersebut sampai akhir 2007 masih menyisakan 16 kasus yang belum selesai.
 Menariknya, sebagian dari obligor dianggap telah bersikap kooperatif untuk melunasi utangnya dan telah memperoleh Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) dan Surat Keterangan Lunas (SKL). Padahal, penjualan saham bank yang di-take over oleh pemerintah kepada pihak asing itu sangat merugikan pemerintah. Sebagai contoh, penjualan saham BCA kepada pihak asing. Dalam kondisi bank saat ini, harganya hanya Rp 10 trilun padahal beberapa tahun kemudian sudah lebih dari 10 kali lipatnya. Belum lagi kalau kita bicara obligor nakal yang dinilai tidak kooperatif, tentu lebih kompleks lagi.
 Dengan Keputusan Presiden (Kepres) nomor 24, 26, dan 27 yang diterbitkan pada akhir Januari 1998, menjadi landasan hukum penjaminan pemerintah atas segala kewajiban pembayaran bank umum dan program penyehatan perbankan nasional.

 Konglomerat Penerima BLBI
Nama
Jumlah Dana BLBI
(Rp triliun)
Syamsul Nursalim (BDNI)
Soedono Salim (BCA)
Usman Admajaya (Bank Danamon)
Bob Hasan (BUN)
Hendra Rahardja (BHS)
37,040
26,596
23.050
12,068
3,866

Berdasarkan landasan hukum ini, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 144,536 triliun yang dikucurkan kepada jaringan perbankan nasional. Menurut analisis Dicky Iskandardinata, dana BLBI yang dikucurkan pada bank swasta berbalik menjadi sumber kehancuran nilai rupiah. Terjadinya kebocoran Rp 51 triliun atau US$ 13 miliar dana BLBI diindikasikan digunakan oleh kelompok tertentu penerima BLBI untuk mengambil untung di pasar uang. Berdasarkan hasil audit BPK atas penyaluran dana BLBI sebesar Rp 144,536 triliun per 29 Januari 1999, potensi kerugian negara mencapai Rp 138,442 triliun. Total dana BLBI yang dikucurkan BI mencapai Rp 218,31 triliun.
 Setelah utang-utang konglomerat, baik dalam bentuk kredit macet maupun pinjaman luar negeri diambil alih BI melalui dana BLBI, pemerintah melaksanakan program penyehatan perbankan nasional di bawah pengawasan IMF. Jumlah dana yang digelontorkan pemerintah dalam bentuk obligasi rekap (OR) mencapai Rp 427,46 triliun. OR memang bukan dana tunai, tetapi bank nasional yang mendapatkan obligasi rekap dari pemerintah memiliki hak tagih pada saat jatuh tempo. Seluruh hak tagih bank pemegang obligasi rekap dibebankan kepada rakyat melalui APBN.

 Bank Penerima Obligasi Rekap

Nama Bank
Nilai OR
(Rp Triliun)
Penerimaan Bunga OR
2002 (Rp Triliun)
Bank Mandiri
Bank BNI 46
BCA
BRI
BII
Bank Danamon
BTN
Bank Permata
Bank Niaga
Bank Lippo
155,50
54,71
53,72
28,59
23,65
20,12
14,32
11,69
6,75
5,69
15,16
5,33
5,24
2,79
2,31
1,96
1,40
1,14
0,66
0,55
 Jumlah nominal BLBI, program penjaminan, dan OR yang ditanggung pemerintah mencapai Rp 655,75 triliun. Namun, jumlah utang yang dibayar pemerintah kepada pemilik OR terus bertambah karena beban bunga OR cukup tinggi. Pada tahun 2002 jumlah cicilan bunga OR yang harus dibayar pemerintah kepada bank-bank pemegang OR mencapai Rp 88,5 triliun. Bank-bank penerima OR juga diperbolehkan menambah permodalan dengan menjual OR yang mereka pegang di pasar sekunder.
 Sudah bisa kita tebak, bahwa asinglah yang diuntungkan. Pemerintah atas desakan IMF menjual beberapa bank kepada swasta dan asing. Bank pertama yang didivestasi adalah BCA. BCA dijual pemerintah kepada konsursium Faralon Capital dengan harga obral Rp 5,3 triliun. Masuknya IMF ke Indonesia menjadi sumber malapetaka negeri ini. Melalui LoI (letter of intent) yang ditandatangani Presiden Soeharto pada 15 Januari 1997, Direktur Pelaksana IMF Michael Camdessus mendapatkan komitmen pemerintah untuk mengambil alih seluruh utang konglomerat baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
 Kedua, Privatisasi BUMN. Privatisasi dan divestasi BUMN semakin menggila di tahun 2007 dan awal 2008 ini. Logika pemerintah terkait dengan keputusan privatisasi semakin telanjang namun lebih meyakinkan karena mendapat legitimasi yuridis dan ekonomi. Yang saya maksud legitimasi yuridis adalah adanya regulasi terkait dengan hal ini. Adapun legitimasi ekonomi maksudnya adalah semua kebijakan tersebut didasarkan pada strategic decision seperti bertujuan meningkatkan produktivitas, profitabilitas, efisiensi, dan pengurangan utang perusahaan BUMN. Privatisasi juga diharapkan dapat meningkatkan good corporate governance (GCG). Dalam kerangka makro, privatisasi berorientasi pada kepentingan fiskal, yaitu untuk menambah sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pemerintah, perbaikan iklim investasi, dan pengembangan pasar modal. Saya memiliki dugaan bahwa legitimasi ini sengaja di setup, setelah sebelumnya legitimasi politik terasa terlalu sarkasme.
 Pada program tahunan privatisasi perusahaan 2007 melalui Kep-03/M. Ekon/01/ 2007 31 Januari 2007 disetujui privatisasi akan dilakukan pada sembilan BUMN, enam perusahaan kepemilikan negara minoritas. BUMN tersebut adalah PT Jasa Marga, PT BNI Tbk, PT Wijaya Karya, PT Garuda Indonesia, PT Merpati, PT Industri Soda Indonesia, PT Iglas, dan PT Cambrics Primisima, PT Jakarta International Hotel & Development (JIHD), PT Atmindo, PT Intirub, PT Prasadha Pamunah Limbah Industri, PT Kertas Blabak, dan PT Kertas Basuki Rahmat.
 Pemerintah melalui kementerian negara BUMN menargetkan sedikitnya enam perusahaan milik negara yang akan melantai di bursa saham (go public) tahun 2008. Sebelumnya, beberapa BUMN sektor perkebunan, seperti PTPN III, PTPN IV dan PTPN VII serta PT Pengembangan Perumahan (PP) dikabarkan masuk dalam list perusahaan yang akan go public tahun 2008. Lantas apa arti dari go public? Go public hakikatnya adalah awal perpindahan kepemilikan saham ke tangan asing.
 Pada 2008 ini, kementerian negara BUMN telah mengusulkan ijin memprivatisasi sekitar 27 BUMN kepada komite privatisasi yang diketuai oleh Menko Perekonomian melalui metode initial public offering (IPO), private placement maupun partner strategis. Metode penawaran saham perdana atau IPO dianggap merupakan metode yang terbaik untuk meningkatkan kinerja BUMN dalam persaingan usaha di masa mendatang. Setelah mendapatkan persetujuan DPR paling lambat akhir Maret tahun ini. Pemerintah mengusulkan 34 BUMN diprivatisasi ditambah luncuran (carry over) privatisasi empat BUMN tahun lalu yang belum tuntas. Program luncuran privatisasi BUMN pada 2007 yang belum disetujui DPR adalah PT Garuda Indonesia, PT Merpati Nusantara Indonesia, PT Iglas, dan PT Cambric Primissima.
 Memang benar, bahwa Menneg BUMN mengusulkan jumlah saham yang dilepas kepada publik maksimal 40 persen, yang artinya kepemilikan saham pemerintah tetap mayoritas di BUMN tersebut. Tapi, saya meragukan hal itu. Simak saja apa yang terjadi pada Indosat yang melepas lebih dari 85 persen kepemilikan pemerintah. Walaupun katanya masih disertai penyertaan saham seri A yang memberi otoritas kebijakan strategis kepada pemerintah, tetapi saya menilai ini bahasa politis untuk menenangkan kepanikan. Karena memang faktanya, saham seri A itu tidak terlalu signifikan.
 Ketiga, Eksploitasi SDA. Saya kira, persoalan eksploitasi SDA sudah diketahui bersama sebagai persoalan laten yang akan tetap ada selama instrumen investasi asing dan privatisasi masih ada. Aset milik publik yang seharusnya dikelola dengan sebaik-baiknya oleh negara untuk kesejahteraan rakyat, kini dikelola oleh swasta untuk kesejahteraan mereka sendiri. Liberalisasi sektor migas yang dilakukan melalui UU Migas tahun 2001 yang memuat pasal penghentian peran monopoli Pertamina mulai tahun 2005, ternyata berujung pada masuknya perusahaan asing di dalam bisnis migas di Indonesia. Tentu masih banyak contoh lainnya yang sangat jelas.
 Konspirasi Kapitalis
 Kita bisa melakukan analisis, bahwa penyebab semua itu adalah adanya kebijakan yang pro liberal, yakni privatisasi, investasi asing, dan kebijakan lain yang menguntungkan pihak asing. Selain itu, dana pembangunan pemerintah tak jarang dialokasikan untuk pendanaan partai politik dan selainnya lagi dikorupsi. Kedengarannya sangat naif, tetapi ini adalah fakta politik.
 Praktiknya tentu tidak sederhana, dalam merealisasikan agenda perampokan kekayaan rakyat, semua dibungkus dengan konspirasi yang sangat rapi. Konspirasi itu akan nampak, terutama ketika kita telusur dengan tiga pendekatan. Pertama, dimasukkannya agen-agen pro liberal. Sejak masa orde baru, AS membantu  membentuk Tim Ekonomi yang dikenal  dengan Mafia Berkeley. Tim inilah yang kemudian merancang kebijakan ekonomi Indonesia yang kapitalistik, liberal dan sesuai dengan kepentingan AS. Tim istimewa ini ditempatkan dalam pemerintahan baru yang menguasai perekonomian.  Dan hal itu kemudian terbukti, pada juni 1969, Soeharto bertemu dengan tim ini yang kemudian menjadi menteri dalam kabinet pembangunan. Dalam kabinet ini hampir sebagian besar pejabat ekonominya adalah hasil didikan AS terutama dari Mafia Berkeley (MB). Terdapat  Widjojo Nitisastro (alumnus Berkeley) sebagai ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Emil Salim (alumnus Berkeley) sebagai wakilnya, Subroto sebagai dirjen pemasaran dan perdagangan  (alumnus Harvard), menteri  keuangan Ali Wardhana (Berkeley), ketua Penanaman Modal Asing Moh. Sadli (MIT).
 Untuk saat ini pun, tepatnya pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tidak jauh berbeda. Di tingkat menteri, seperti Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil (pemain utama privatisasi BUMN); Menko perekonomian Boediono (dia menjabat sebagai ketua Komite Privatisasi dan termasuk MB generasi kedua bersama Dorodjatun, Muhammad Ikhsan, M. Chatib Basri dan Rijal Mallarangeng); Menteri keuangan Sri Mulyani (ia pernah menjadi direktur eksekutif IMF untuk Asia Tenggara); dan lain-lain yang merupakan pihak-pihak yang memuluskan agenda liberalisasi. Belum lagi jika kita menilik jajaran BUMN, banyak sekali perombakan dalam rangka memasukkan agen pro liberal, yang itu dilakukan sebelum privatisasi. Hal ini kira-kira semacam conditioning di level mikro.
 Kedua, intervensi pembuatan undang-undang. Intervensi asing itu pelaku utamanya adalah IMF, Bank Dunia, WTO, dan lain-lain. Globalisasi dan liberalisasi diimplementasikan lewat kiprah IMF dalam bentuk butir-butir kesepakatan. Subsidi pupuk dihapus, begitu juga BBM yang membuat kedua komoditas strategis itu melambung terus harganya. Tentu saja rakyat sangat menderita karenanya. Artinya, melalui tangan IMF –sebelum diputus hubungannya oleh SBY-, kapitalis global bisa masuk dengan legal dan leluasa untuk menghisap kekayaan Indonesia. Pendekatan ini sering disebut dengan intervensi W2G (World to Government), yakni dengan menggunakan lembaga internasional seperti yang disebutkan sebelumnya. Jadi, UU Privatisasi dapat digolkan melalui mesin W2G dengan alasan globalisasi.
 Modus lain adalah dengan pendekatan G2G (Government to Government), yakni dengan menggunakan lembaga resmi negara; B2G (Bussines to Government), dengan alasan membuka iklim investasi; dan I2G (Intelectual to Government), dengan konsultan yang memberikan prediksi bahwa fiskal negara ke depan akan lebih sehat dengan privatisasi BUMN. Pendekatan G2G dapat kita temukan lewat sepak terjang lembaga resmi pemerintah seperti USAID (United States Agency for InternationalDevelopment). USAID berperan besar dalam reformasi dan liberalisasi sektor energi di Indonesia. Hal ini tentu saja menggiurkan investor asing karena di Indonesia tersedia minyak dan pasar sekaligus. Simaklah apa yang dikatakan oleh USAID soal reformasi itu, “USAID has been the primary bilateral donor working on energy sector reform (USAID telah menjadi donor bilateral utama yang bekerja dalam reformasi sektor energi –di Indonesia). Bahkan, USAID juga terlibat dalam penyusunan UU Migas. USAID secara terbuka menyatakan hal itu, “The ADB and USAID worked together on drafting a new oill and gas law in 2000 (ADB –Asian Development Bank- dan USAID telah bekerja bersama dan merancang undang-undang minyak dan gas yang baru pada tahun 2000.”
 Ketiga, penyesatan opini bahwa privatisasi akan membawa perbaikan. Kementerian negara BUMN mempunyai pandangan dari sisi ekonomi mikro. Sedangkan Departemen Keuangan lebih memandangnya dari sisi ekonomi makro. Dalam ekonomi mikro, privatisasi bertujuan meningkatkan produktivitas, profitabilitas, efisiensi, dan pengurangan utang perusahaan BUMN. Privatisasi juga diharapkan dapat meningkatkan good corporate governance (GCG), masuknya sumber keuangan baru ke perusahaan, dan pengembangan pasar. Manfaat alih teknologi dan peningkatan jaringan juga diharapkan dalam privatisasi BUMN yang melalui proses strategic sale. Dari sisi ekonomi makro, tujuan privatisasi berorientasi pada kepentingan fiskal, yaitu untuk menambah sumber APBN pemerintah, perbaikan iklim investasi, dan pengembangan pasar modal. Kemudian, ditentukanlah bahwa metode privatisasi diprioritaskan melalui IPO. Cara ini dipandang dapat memberi ukuran peningkatan kinerja melalui perubahan harga saham.
 Saya ingin sekali mengajukan keberatan dengan seluruh agumentasi di atas dalam tulisan ini, namun karena keterbatasan ruang, saya hanya akan menjelaskan secara global. Fakta tentang privatisasi sudah sangat jelas madharat-nya. Konsep privatisasi ini secara mendasar telah mengabaikan hal terpenting dalam ekonomi yakni aspek keadilan distribusi sehingga menciptakan jurang kesenjangan yang makin melebar. Inilah awal petaka bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas miskin karena tidak mampu mengakses sumber daya alam, kesehatan, pendidikan, serta layanan publik lainnya. Saya memahami bahwa mengukur manfaat dan madharat bukan hanya dari sisi finansial dan ekonomi saja, tetapi juga dari sisi kepentingan-kepentingan strategis. Sayangnya, umumnya Pemerintah mengukurnya hanya sebatas finansial dan sedikit manfaat ekonomi. Sebagai akibatnya, untuk tambang misalnya, keuntungan yang diraup oleh perusahaan asing jauh lebih besar dibandingkan dengan manfaat yang diterima Pemerintah Indonesia. Lebih dari itu, dikorbankannya kepentingan-kepentingan strategis bahkan tidak dianggap sebagai kerugian nasional.
 Pengelolaan Kekayaan dalam Islam
 Keuangan negara mengurus masalah keuangan seperti penerimaan, pengeluaran, dan utang negara. Dapat pula dikatakan bahwa keuangan negara mengurus pengeluaran dan pendapatan pemerintah, ataupun negara, dan hubungan antar sesamanya, begitu pula administrasi dan pengawasan keuangan.
 Di dalam daulah Islam, lembaga yang diberi otoritas untuk mengurus masalah keuangan negara adalah baitul mal. Dengan begitu, baitul mal merupakan suatu lembaga yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Harta baitul mal dapat berupa tanah, bangunan, barang tambang, uang, komoditas perdagangan, maupun harta benda lainnya di mana kaum muslim berhak memilikinya sesuai hukum syara' dan tidak ditentukan individu pemiliknya.
 Termasuk ke dalam pendapatan negara adalah fa’i, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah; pemasukan hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya; pemasukan hak milik negara; usyur, khumus, rikaz harta zakat, dll. Adapun termasuk ke dalam alokasi pengeluaran negara, diantaranya adalah pengeluaran seksi dar al-khilafah, seksi mashalih ad-daulah, seksi santunan, seksi jihad, seksi penyimpananan zakat, seksi penyimpanan milik umum, seksi urusan darurat, seksi anggaran belanja negara, pengendali umum dan badan pengawas, serta pengeluaran lain yang legal menurut syara dan diputuskan oleh khalifah.
 Dari sisi kebijakan pengelolaan keuangan negara, syariat Islam tidak memperbolehkan negara melakukan pinjaman ribawi apalagi dengan cara menggadaikan kemandirian negara. Sebagai alternatif sumber-sumber pembiayaan negara, Abdul Qadim Zallum mengklasifikasi sumber penerimaan negara ke dalam tigas pos, yakni pos harta milik negara (fai’ dan kharaj), pos harta milik umum, dan pos shadaqah, sebagaimana yang rinciannya telah disebutkan sebelumnya.
 Adapun dari aspek kepemilikan SDA, dalam Islam terdapat tiga jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, negara, dan publik. Berarti, kalau kita cermati apa yang terjadi sekarang, harus ada perubahan paradigma. Paradigma pengelolaan sumber daya alam milik publik yang berbasis swasta (corporate based management), harus diubah menjadi pengelolaan kepemilikan umum oleh negara (state based  management) dengan tetap berorientasi kelestarian sumber daya (sustainable resources principle).
 Terakhir, dari sisi transaksi keuangan, Islam melarang transaksi ribawi, yang telah terbukti menjadi pangkal lemahnya pundamental moneter suatu negara. Selain adanya kepentingan asing, kemelut kasus BLBI berpangkal dari lemahnya fundamental moneter Indonesia yang berbasis riba. Persoalannya kemuadian terus berlanjut karena beban bunga yang dibebankan kepada APBN, jumlahnya tidak sedikit. Akhirnya, kasus BLBI berputar-putar dalam variabel moneter yang telah rapuh sejak awal. Saya kira untuk hal yang satu ini argumentasinya sudah sangat jelas.
 Haramnya Globalisasi, Privatisasi, Investasi Asing, dan Intervensi Asing
 Berbicara globalisasi, menarik jika kita merujuk pendapat ulama ahlussunnah. Globalisasi tujuannya adalah agar Dunia Ketiga menyambut gembira kedatangan modal dan tenaga kerja asing, mengambil rekomendasi para pemilik modal dan tenaga kerja itu untuk mengoreksi berbagai undang-undang di negaranya, serta melakukan privatisasi BUMN, agar asing dapat dengan mudah membelinya. Karena itu, bukan hal yang aneh bila kita membandingkan propaganda globalisasi ini dengan serangan Kristenisasi pada abad lampau, maka serangan kali ini lebih berbahaya dari pada serangan sebelumnya. Sebab serangan kali ini sekalipun tidak memakai kedok agama, namun tak dapat dipungkiri, sebenarnya lebih mengerikan.
 Karena itulah, maka hadits dharar yang dinyatakan oleh Nabi saw.:
« ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ لاَ »
Tidak boleh ada bahaya, dan tidak boleh membahayakan (orang lain) (H.R. al-Hakim)

bisa diterapkan dalam konteks bahaya globalisasi. Ini dipertegas dengan penjelasan as-Syaukani dalam Nail al-Authar, yang menyatakan:
 «هَذَا فِيْهِ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِ الضَّرَارِ عَلَى أَيِّ صِفَةٍ كَانَ، مِنْ غَيْرِ فَرْقٍ بَيْنَ الجَارِّ وَغَيْرِهِ فَلاَ يَجُوْزُ فِي صُوْرَةٍ مِنَ الصُّوَرِ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ يَخُصُّ بِهِ هَذَا الْعُمُوْمُ فَعَلَيْكَ بِمُطَالَبَةِ مَنْ لِصَاحِبِ المُضَارَةِ فِي بَعْضِ الصُّوَرِ بِالدَّلِيْلِ فَإِنْ جَاءَ بِهِ قَبِلْتَهُ وَإِلاَّ ضَرَبْتَ بِهَذَا الْحَدِيْثِ وَجْهَهُ فَإِنَّهُ قَاِعدَةٌُ مِنْ قَوَاعِدِ الدِّيْنِ تَشْهَدُ لَهُ كُلِّيَاتٌ وَجُزْئِيَّاتٌ»

Hadits ini berisi dalil yang menyatakan keharaman dharar (bahaya dan tindakan membahayakan orang lain), dalam konteks apapun. Tanpa ada perbedaan, antara pelaku kezaliman maupun yang lain. Maka, apapun bentuknya tetap tidak boleh, kecuali jika ada dalil yang mengecualikannya dari keumuman ini. Karenanya, Anda harus meminta orang yang melakukan tindakan berbahaya itu untuk menunjukkan dalil dalam beberapa bentuk tindakannya yang membahayakan; jika ada, maka Anda bisa menerimanya, dan jika tidak, Anda harus menggunakan hadits ini seperti apa adanya. Karena hadits ini merupakan salah satu kaidah agama, yang bisa menjadi argumentasi bagi perkara yang global maupun rinci.
 Ada aspek lain yang selalu dikaitkan dengan globalisasi, yaitu terjadinya revolusi di bidang informasi dan komunikasi, yang menyebabkan dunia seperti tanpa batas, serta pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Namun, aspek ini berbeda sama sekali dengan aspek yang pertama, yaitu globalisasi. Sebab, aspek yang kedua ini terkait dengan pemanfaatan teknologi, yang statusnya merupakan madaniyah (produk material), dan hukumnya mubah. Seperti pemanfaatan internet, satelit, parabola dan sejenisnya.
Meski demikian, bisa saja sesuatu yang asalnya mubah itu kemudian berubah menjadi haram, karena aspek dharar. Sekalipun keharamannya dibatasi pada perkara yang berdampak pada dharar saja, dan tidak haram secara mutlak. Ini diambil dari hadits Nabi:
 «وَلَمَّا نَزَلَ رَسُوْلُ اللهِ e بِالْحَجَرِ فِيْ غَزْوَةِ تَبُوْك اسْتَقَي النَّاسُ مِنْ بِئْرِهَا فَلَمَّا رَاحُوْا قَالَ: لاَ تَشْرَبُوْا مِنْ مَائِهَا  شَيْئًا وَلاَ تَتَوَضَّأُوْا مِنْهُ لِلصَّلاَةِ»

Tatkala Rasulullah saw. singgah di sebuah batu ketika Perang Tabuk, orang-orang menimba air dari sumurnya, ketika mereka telah beristirahat, Nabi bersabda: Jangan kalian minum airnya sedikitpun, dan jangan berwudhu dengan airnya.
 Hukum asal air, secara mutlak adalah mubah, dan boleh digunakan baik diminum maupun dipakai berwudhu. Tapi, dalam kasus ini, Nabi melarang air tersebut digunakan untuk minum dan wudhu, meski secara umum larangan tersebut tidak mencakup semua air, melainkan khusus untuk air di sumur tersebut. Dari sinilah, kemudian ditarik kaidah ushul:

«كُلُّ فَرْدٍ مِنْ أَفْرَادِ المُبَاحِ، إِذاَ كَانَ ضَارًّا أَوْ مُؤَدِّيًا إِلَى ضَرَرٍ حَرَّمَ ذَلِكَ الْفَرْدَ، وَظَلَّ الأَمْرُ مُبَاحًا»

Semua perkara yang asalnya mubah, ketika telah membahayakan, atau menyebabkan bahaya, maka perkara itu menjadi haram, sementara yang lain secara umum tetap mubah.
 Dengan demikian, kalaupun teknologi tersebut hukum asalnya mubah, maka ketika ada faktor dharar pada bagian tertentu, baik langsung maupun dampaknya, maka yang diharamkan adalah bagian yang membahayakan itu. Sementara yang lain tidak.
 Selanjutnya, bi at-Tafsil kita kaji maudhu’ terkait privatisasi, investasi asing, dan intervensi asing. Dengan berbagai UU yang ada, penanam modal asing mendapatkan pintu amat lebar untuk melakukan investasi di segala bidang di seluruh wilayah Indonesia. Ketentuan ini jelas bertentangan dengan syariat Islam. Dalam pandangan syariat Islam, tugas utama negara adalah memberikan ri’ayah (pengaturan dan pelayanan) terhadap rakyatnya. Rasulullah saw menyatakan:
 فَالإِمَامُ الأَعْظَمُ الَّذِيْ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ، وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
 Maka al-imam al-adzam  yang (berkuasa) atas manusia adalah pemelihara dan pengatur urusan  (rakyat) dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya (H.R. Muslim).  
                Dengan regulasi yang ada, pemerintah memperlakukan secara sama rakyatnya sendiri dan investor asing, dan tidak boleh ada yang diistimewakan. Padahal, menurut syariat Islam, perlakuan terhadap pelaku usaha dalam negeri (rakyat) memang harus dibedakan dengan pelaku usaha asing. Ini antara lain, tampak dalam ketentuan tentang usyur misalnya. Negara hanya boleh memungutnya secara penuh dari perdagangan asing (Kafir Harbi). Abdullah bin 'Umar pernah berkata, “Umar memungut ½ usyur dari perdagangan nabath, minyak (zaitun), dan gandum, supaya lebih banyak dibawa ke Madinah agar rakyat terdorong membawa nabath, minyak zaitun, dan gandum ke madinah. Ia juga memungut usyur dari pedagangan kapas” (H.R. Abu Ubaid). Atsar ini menunjukkan, bahwa 'Umar bin al-Khaththab memungut usyur dari perdagangan yang melewati perbatasan negara, yakni ¼ usyur dari perdagangan umat Islam dan ½ usyur dari pedagangan Kafir Dzimmi serta usyur dari penduduk Kafir Harbi. Mafhumnya, jika dalam perdagangan yang melewati batas negara saja tidak boleh disamakan, terlebih menanam modal yang usahanya berjalan di wilayah negeri muslim, tentu saja lebih tidak boleh disamakan.             
 Tidak adanya pembedaan bidang usaha yang boleh dikuasai asing dan mana yang tidak, bertentangan dengan konsep kepemilikan dalam Islam, yakni apakah pada sektor kepemilikan individu, kepemilikan umum atau kepemilikan negara. Penanaman modal oleh swasta hanya dibolehkan pada sektor usaha yang dapat dimiliki oleh individu. Sementara dalam sektor kepemilikan umum sama sekali tidak boleh dimiliki oleh swasta, baik dalam negeri maupun asing. Yang termasuk dalam cakupan kepemilikan umum adalah: (1) Sarana-sarana umum yang amat diperlukan oleh rakyat dalam kehidupan sehari-hari, seperti air, padang rumput, api, dll. (2) Harta-harta yang keadaan aslinya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya, seperti jalan raya, sungai, danau, laut, masjid, lapangan, dll. (3) Barang-barang tambang yang jumlahnya melimpah atau tak terbatas. Semua sektor itu tidak boleh dimiliki, dikuasai, atau diserahkan pengelolaannya kepada individu, kelompok individu baik dari dalam negeri apalagi dari luar negeri.
Persoalan krusial lainnya adalah metode penyelesaian sengketa. Solusi akhir sengketa antara pemerintah dengan penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah pengadilan. Jika dengan penanaman modal asing (PMA) adalah arbitrase internasional. Menurut Islam, penyelesaian sengketa wajib dilakukan dalam mahkamah yang memutuskan dengan hukum syariat Islam. Diharamkan memutuskan perkara dengan hukum-hukum yang tidak berasal syariat-Nya. Dengan demikian, ketentuan menyelesaikan sengketa dengan membawanya kepada pengadilan yang memutuskan dengan hukum jahiliah adalah haram. Terlebih kepada arbitrase internasional. Lembaga tersebut bukan hanya menerapkan hukum kufur, tetapi juga dikuasai oleh negara-negara Kafir imperialis. Meminta arbitrase internasional untuk memutuskan hukum jelas bisa melapangkan jalan bagi negara-negara itu menguasai negeri ini. Allah Swt berfirman:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً
 Dan sekali-kali Allah Swt tidak memberikan jalan bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang Muikmin (T.Q.S. an-Nisa': 141).
 Menghukum Para Pelanggar
 Adanya para penguasa komprador semakin melancarkan proyek liberalisasi dan privatisasi di negeri kaya sumber daya alam ini. Jika penguasa suatu negara benar-benar bisa mengatakan “Tidak”, adanya intervensi asing tidak akan terlalu berarti. Para penguasa komprador ini seakan tidak memiliki nurani; ia rela merestui perampok menjarah kekayaan rakyatnya, sementara rakyat harus puas dengan “hibah” berupa limbah dan kerusakan alam. Kasus Lapindo Berantas mengingatkan kita terkait apa yang sedang kita perbincangkan tadi. Para penguasa telah berbuat kejahatan, karena ikut andil dalam aksi penjarahan itu. Padahal, tidak ada yang didapatkan penguasa model itu, kecuali laknat dari rakyatnya, dan “amplop haram” yang diselipkan orang kapitalis ke dalam saku bajunya. Sangat memalukan sekaligus memilukan. Belum puas dengan itu, mereka mempertontontkan parodi politik yang lucu, berupa tindakan korupsi sistemik untuk memakmurkan diri dan “keluarga besarnya”.
 Dengan tegaknya hukum-hukum keuangan negara Islam, kepemilikan umum, dan pelarangan transaksi ribawi, maka tidak ada lagi jalan untuk merampok harta negara. Apabila terjadi pelanggaran maka negara akan memberikan hukuman berat berupa ta’zir yang diputuskan oleh khalifah atau qadli-nya. Bentuk ta’zir dalam pidana Islam bisa berupa, peringatan (wa’zh), publikasi kecurangan (tasyhir), celaan (taubih), penyitaan harta kekayaan, pengasingan, cambuk,  penjara hingga hukuman mati jika jelas-jelas menimbulkan kerusakan bagi negara. Sebagai langkah prefentif, negara melarang pemberian hadiah dan suap terhadap pejabat dan aparat negara.
 Untuk konteks sekarang, sebenarnya pemerintah secara sadar harus berani menegakkan keadilan bagi masyarakat dengan cara menindak tegas para perampok uang negara. Sebaliknya penanganan kasus korupsi yang terkesan tebang pilih, membuktikan lemahnya penegakkan hukum di negeri ini.
 Khatimah
 Khulashatul qaul, tunduk pada design ekonomi asing yang pro liberal akan berbuah pada krisis ekonomi, kebijakan yang memberatkan rakyat, dan perampokan terhadap kekayaan negara atas nama investasi, privatisasi, bahkan transformasi manajemen. Untuk itu, setidaknya ada dua hal yang harus kita perhatikan, dalam menyikapi persoalan ini. Pertama, strategic decision yang bersifat strategis –jangka panjang. Keputusan ini berupa kesungguhan dalam membongkar setiap rencana jahat (kasyf al-khuththath) penguasa yang berkolaborasi dengan agen kapitalis; melakukan edukasi yang masif kepada masyarakat untuk menanamkan mindset Islam; artinya, semua diarahkan untuk melakukan rekayasa sosial menuju tegaknya institusi Islam. Kedua, action plan yang berdimensi aksi dan advokasi jangka pendek. Diantaranya adalah mendesak pemerintah untuk mengembalikan semua kepemilikan publik dengan mengambilalih dari swasta untuk dipergunakan bagi kesejahteraan rakyat; menghukum tegas para penguasa dan mantan penguasa yang berperilaku kriminal dan curang; mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap setiap UU yang tidak memihak rakyat; menyerukan kepada anggota DPR untuk menyadari peran dan tanggungjawabnya sebagai seorang Muslim yang semestinya senantiasa terikat kepada syariat Islam dalam kegiatan penyusunan perundang-undangan, karena dengan tidak mengacu kepada syariat Islam bukan saja terlarang tapi juga secara pasti akan menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara; pada tataran akademik, akademisi dapat melakukan rekayasa dengan membuat model atau semacam regulasi dalam sistem keuangan, APBN, dan investasi yang berdasar Islam; walhasil, langkah ini dilakukan untuk semakin menstimulus proses edukasi kepada masyarakat. Wallahu


Jaringan Rothschild di Indonesia

Posted on by A Nizami
Di bawah adalah berita tentang Jaringan Rostchild di Indonesia. Di antaranya adalah JP Morgan Securities.
Dengan agenda IMF yang memaksa Indonesia untuk “Memprivatisasi” (Baca: Menjual) BUMN-BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang ada, maka BUMN yang semula dimiliki oleh rakyat Indonesia yang mayoritas Muslim akan berpindah tangan ke tangan Yahudi…
Dengan menguasai Bank Sentral Keluarga Rothschild mencetak kertas tak berharga jadi dollar yang dipakai untuk membeli BUMN2 dan Kekayaan Alam Negara Berkembang seperti Indonesia. Mereka dielu2kan sebagai “Investor Asing”,,,:)
Dari link di bawah, ternyata keluarga Rothschild menguasai Bank Sentral Inggris sementara Bank Sentral AS, Federal Reserve Bank, dikuasai oleh keluarga Rothschild dan Rockefeller. Dengan menguasai Bank Sentral Inggris dan AS, mereka menguasai uang dunia.

Bahkan Bank Sentral Indonesia, BI, sekarang diswastanisasi sehingga lepas dari pemerintah berdaulat hasil pilihan rakyat. BI “bekerjasama” dengan lembaga keuangan dunia seperti IMF dan World Bank yang jelas-jelas dikuasai Yahudi. Jadi pemerintah pilihan rakyat sudah tidak berdaulat lagi terhadap BI, sementara Yahudi melalui IMF dan World Bank serta Perbankan dan Sekuritas yang mereka miliki justru punya pengaruh terhadap BI.
Bahkan Nathaniel Rothschild yang menguasai perusahaan Vallar PLC membeli saham Bumi Resources untuk menguasai tambang batubara di Indonesia.
http://www.financeasia.com/News/160840,rothschild-hires-sam-critchlow.aspx?refresh=on
Rothschild hires Sam Critchlow
By Sameera Anand | 19 November 2009
Sam Critchlow joins Rothschild in Jakarta from J.P. Morgan Cazenove.
Rothschild has hired Sam Critchlow from J.P. Morgan Cazenove to build up its mergers and acquisitions coverage for Indonesia.
Critchlow
joins Rothschild in the area of natural resources coverage, as a vice-president. He will also work on executing deals across Southeast Asia, with a particular focus on mining. Critchlow will be based in Rothschild’s Jakarta office and will work closely with the head of
Rothschild in Indonesia, Larry Sutikno, as well as with the Rothschild Singapore team and the Rothschild global mining team, led in Asia-Pacific by Marshall Baillieu in Sydney. …
==
Rangkul Bakrie-Recapital, Rothschild ‘Tergoda’ Besarnya Batubara RI
Nurul Qomariyah – detikFinance
Jakarta – Nathaniel Rothschild melalui perusahaannya, Vallar PLC meraup US$ 1,1 miliar dalam IPO-nya Juli lalu. Dana dari hasil penjualan saham ke publik itu akan digunakan untuk mengakuisisi sejumlah perusahaan pertambangan, namun tidak termasuk di Indonesia. Lantas kenapa Rothschild melirik Indonesia?
Seperti diketahui, Vallar yang dibangun oleh Nathaniel Rothschild dan James Campbel berhasil meraup dana 707 juta poundsterling (US$ 1,07 miliar), dan sahamnya dicatatkan di Bursa London pada 14 Juli 2010. Hasil dana IPO itu memang dimaksudkan untuk mengakuisisi sejumlah pertambangan.
“Kami gembira telah menerima respons yang positif dari investor global dalam situasi yang sulit ini,” ujar Rothschild dalam pernyataannya beberapa waktu lalu seperti dikutip dari Reuters.
“Pasar yang menantang tersebut mendatangkan kami dengan kesempatan akuisisi yang menarik dan kami yakin kami dapat mengakuisisi bisnis pertambangan yang besar pada valuasi yang dapat meningkatkan nilai pemegang saham secara signifikan dan memberikan kerangka bagi pertumbuhan masa depan Vallar,” jelas Rothschild.
Vallar semula berniat untuk mengakuisisi pertambangan batubara di Colombia yang dimiliki perusahaan berbasis di AS, Drummond Co. Namun nyatanya, Vallar justru banting setir dan memilih Indonesia.
Kenapa?
“Karena aset-aset (batubara di Indonesia) secara signifikan jumlahnya lebih besar dan biayanya lebih rendah,” jelas Rothschild dalam conference call-nya seperti dikutip dari Wall Street Journal, Rabu (17/11/2010).
Indonesia kini tercatat sebagai eksportir batubara terbesar di dunia dengan konsumen terbesar adalah dari pembangkit-pembangkit listrik. Rothschild selanjutnya ingin menjadikan perusahaan gabungannya dengan Bakrie itu sebagai pemasok terbesar dunia.
“Kami telah mengumumkan terciptanya jawara batubara Indonesia… yang akan menjadi pemasok batubara thermal terbesar ke China,” ujar Rothschild.
Pada tahun 2009, total impor batubara China mencapai 126 juta ton, atau melonjak hingga 3 kali lipat dibandingkan tahun 2008.
Selain batubara, Rothschild juga mengincar sejumlah bahan tambang berharga lain di Indonesia seperti tembaga, emas, bijih besi, timbal, molybdenum, seng. Rothschild berharap bisa mendapatkan bahan-bahan tambang itu dari anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yakni PT Bumi Resources Mineral (BRM) . Anak usaha ini juga akan memberi Vallar akses ke Afrika.
BRM sendiri juga akan segera mencatatkan sahamnya di lantai bursa dengan harga saham ditetapkan sebesar Rp 635 per saham. Sejauh ini pemesanan saham BRM telah mengalami Kelebihan permintaan (oversubscribe) mencapai 5 kali dengan pesanan senilai US$ 1 miliar.
Selain memiliki 6 tambang, BRM juga membawahi Bumi Resources Japan Company Ltd, perusahaan pemasaran batubara dan mineral yang berdiri di bawah hukum negara Jepang. Hingga 30 Juni 2010, total nilai aset BRM tercatat sebesar Rp 18,705 triliun. Pendapatan BRM sebesar Rp 62,780 miliar yang diperoleh dari Bumi Japan. Pendapatan lain-lain tercatat sebesar Rp 413,758 miliar, terutama disumbangkan dari dividen 18% yang diterima BRM dari NNT. Untuk laba bersih tercatat sebesar Rp 174,686 miliar.
Seperti diketahui, PT Bakrie Brothers Tbk (BNBR) menggelar aksi korporasi menggemparkan dengan melakukan tukar guling saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dengan Vallar milik Rothschild, keluarga bankir terkaya di dunia.
BNBR menandatangani perjanjian jual beli dengan Vallar Plc untuk melepaskan 5,2 miliar saham BUMI di Rp 2.500 untuk mendapatkan 90,1 juta saham baru Vallar, dimana BNBR akan menerima 50,5 juta saham baru di Vallar seharga GBP 10 per saham.
Rothschild juga mengambil alih 75% saham PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU). Harga akuisisi saham BRAU akan dilakukan pada Rp 540. PT Bukit Mutiara, anak usaha Recapital Advisors melepaskan 75% sahamnya di PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) dan akan memperoleh dana tunai Rp 6,596 triliun dan 24,9% saham Vallar Plc, perusahaan milik keluarga Rothschild.
Pelepasan 75% saham BRAU ini akan dilakukan melalui 2 cara. Sebesar 35% saham BRAU akan dibayar tunai pada harga Rp 540 per saham senilai Rp 6,596 triliun, sedangkan 40% saham BRAU akan akan ditukar guling dengan 52,2 miliar saham Vallar Plc atau sekitar 24,9,” u
Usai transaksi ini, BNBR akan menjadi induk usaha Vallar Plc, sedangkan Vallar Plc akan menjadi pemegang 25% saham BUMI. Setelah transaksi, Vallar akan berganti nama menjadi Bumi Plc.
Dengan rampungnya transaksi dimaksud, Bakrie akan menjadi pemegang saham terbesar pada Bumi PLC serta berhak menunjuk posisi-posisi kunci di jajaran Direksi dan Manajemen Bumi PLC, khususnya posisi Chairman, CEO dan CFO di Vallar. Dengan demikian Bakrie akan secara langsung maupun tidak langsung, memegang kendali manajemen dan operasi di BUMI.
Transaksi ini ditangani oleh Credit Suisse sebagai penasihat keuangan BNBR. Secara tidak langsung, grup Bakrie dan Recapital pemilik Berau akan ikut tercatat di Bursa London.
(qom/qom)
Intervensi IMF terhadap Bank Indonesia:
IMF Menyetujui Konsep Amendemen UU BI
24/01/2001 08:28
Liputan6.com, Jakarta: Pemerintah Indonesia boleh bernapas lega. Pasalnya, Kepala Perwakilan Dana Moneter Internasional (IMF) di Jakarta John Dodsworth, baru-baru ini, menegaskan dukungannya kepada pemerintah dalam upaya membentuk Bank Sentral yang independen, namun tetap mengedepankan akuntabilitas.
Bahkan, John Dodsworth menyatakan IMF akan terus memberi masukan dalam proses pembahasan amendemen terhadap Undang-undang Nomor 23/1999 tentang Bank Indonesia. Sejauh ini, dalam pembahasan amendemen UU tersebut, John menilai pemerintah dan IMF masih memiliki kesamaan visi dan tujuan. Ia meminta agar independensi Bank Sentral tidak digerogoti, namun dalam melaksanakan wewenangnya BI tetap dapat memberikan pertanggungjawaban.
Amendemen terhadap UU BI kini tengah dilaksanakan oleh tim kecil Panitia Khusus DPR dan pemerintah. Sebanyak 51 dari 79 ayat yang ada dalam UU BI akan dipertahankan. Sedangkan sisanya bisa diubah atau dihapus.(ULF/Arief Suditomo)

Soal Penuntasan Amendemen UU BI
Media Indonesia – Umum (22/06/2001 07:58 WIB)
Pemerintah Ajukan Empat Opsi kepada IMF
JAKARTA (Media): Pemerintah telah mengajukan opsi penuntasan amendemen UU BI kepada IMF. Karena itu, pemerintah yakin, tim pengkajian ulang Dana Moneter Internasional (IMF) akan datang ke Jakarta dalam waktu dekat ini.
Keyakinan tersebut juga didasarkan atas sikap IMF terhadap pemerintah Indonesia yang mulai melunak. Bahkan beberapa waktu lalu, Kepala Perwakilan IMF di Indonesia John Dodsworth, mengeluarkan penilaiannya bahwa pemerintahan sekarang sudah cukup baik dan memiliki keinginan untuk menuntaskan agenda dengan IMF.
“Dodsworth kemarin, mengatakan bahwa pemerintahan sekarang sudah cukup baik dan sudah punya keinginan dengan IMF untuk melaksanakan agenda secara intens, sehingga diharapkan misi IMF akan segera datang ke Jakarta,” papar Menko Perekonomian Burhanuddin Abdullah ketika menjelaskan hasil sidang kabinet di Bina Graha, kemarin.
Namun, dari Tulungagung Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri mengingatkan bahwa kondisi perekonomian saat ini cukup berat. Kondisi ini membuat ketergantungan negara terhadap bantuan luar negeri berupa utang menjadi cukup besar. “Utang luar negeri kita saat ini cukup memberatkan. Sehingga, ekonomi kita seakan-akan tergantung kepada luar negeri, IMF,” kata Wapres saat meresmikan Bendungan Wonorejo, kemarin.
Bahkan, Wapres mengaku pusing jika harus memimpin rapat kabinet bidang ekonomi yang membahas masalah-masalah utang tersebut.
Empat opsi
Berkaitan dengan kedatangan tim IMF itu, pemerintah juga telah mengajukan tawaran empat opsi penuntasan amendemen UU BI kepada IMF. Pengajuan empat opsi ini sebagai bagian dari upaya mempercepat proses pembahasan kaji ulang letter of intent (LoI) IMF. Menurut Menko Burhanuddin, salah satu opsi itu adalah revisi atau menyusun ulang rumusan Pasal 75 UU BI. Pasal ini sendiri mengatur masalah pengangkatan dan pergantian Dewan Gubernur BI.
Selain menyangkut Pasal 75, opsi lain yang ditawarkan adalah menyangkut pembentukan Badan Supervisi BI. Namun, Burhanuddin tidak menjelaskan lebih rinci dua opsi itu dan tidak menyebutkan dua opsi lainnya. Kendati demikian, ia yakin, dengan diajukannya empat opsi ini, tim kaji ulang LoI IMF akan segera datang ke Jakarta.
Secara terpisah, Ketua Panitia Kerja Amendemen UU No 23 tentang BI Mardiyanto Daryatmo kepada Media mengatakan, IMF sebenarnya hanya meminta agar Dewan Supervisi sifatnya independen. IMF tidak meminta agar Dewan Supervisi itu memiliki wewenang mengangkat dan memberhentikan Dewan Gubernur BI.
“IMF tidak meminta hak pengangkatan dan pemberhentian Dewan Gubernur ada di tangan Dewan Supervisi. Hak mengangkat dan memberhentikan tetap ada di tangan DPR. Mereka (IMF-Red) hanya meminta agar Dewan Supervisi ini independen,” ujar Mardiyanto Daryatmo.
Karena independen itu, DPR mengusulkan agar Dewan Supervisi tersebut berasal dari kalangan profesional, bukan dari BI, pemerintah, atau DPR. Yang jelas, menurut Mardiyanto, anggota-anggota Dewan Supervisi tersebut harus mengerti keuangan, perbankan, dan moneter. “Bisa siapa saja. Bisa mantan Gubernur BI, bisa wartawan, yang penting profesional.” Mengenai Pasal 75 tentang Dewan Gubernur, menurut Mardiyanto, IMF juga tidak mempermasalahkan jika anggota partai politik menjadi Dewan Gubernur. “Kalimatnya begini, `Dewan Gubernur BI tidak menjadi pengurus partai politik.` Artinya, dia harus melepaskan jabatannya sebagai pengurus partai jika ia menjadi Dewan Gubernur. Kalau ia masih menjadi anggota, tidak apa-apa,” paparnya.
Pasalnya, masih menurut Mardiyanto, anggota partai tidak ikut dalam mengambil kebijakan. Ia hanya duduk sebagai anggota yang pasif.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Pansus Amendemen UU BI Theo F Toemion mengatakan IMF yang juga tidak puas dengan keputusan yang telah diambil pemerintah dan DPR mengenai Dewan Supervisi. IMF menurutnya masih menuntut persyaratan yang sesuai dengan mereka. (Tjs/Awi/IS/O-1)
http://els.bappenas.go.id/upload/other/Soal%20Penuntasan%20Amendemen%20UU%20BI.htm
===
http://www.eubankers.net/articles/2009/November/Rothschild.names.JP.Morgan.banker.to.Asian.M&A.post/index.cmc?&SID=1
Rothschild names JP Morgan banker to Asian M&A post
November 19, 2009
Rothschild has hired Sam Critchlow from J.P. Morgan Cazenove to build up its mergers and acquisitions coverage for Indonesia.
Critchlow joins Rothschild in the area of natural resources coverage, as a vice-president. He will also work on executing deals across Southeast Asia, with a particular focus on mining. Critchlow will be based in Rothschild’s Jakarta office and will work closely with the head of Rothschild in Indonesia, Larry Sutikno, as well as with the Rothschild Singapore team and the Rothschild global mining team, led in Asia-Pacific by Marshall Baillieu in Sydney.
Critchlow last worked in the UK corporate finance team at J.P. Morgan Cazenove in London, covering a range of mining and industrial companies, and providing M&A and equity capital markets advice. He has also worked at Schroder Investment Management in London and New York.
==
http://www.ifrasia.com/naturally-critchlow-for-rothschild/90856.article
Naturally Critchlow for Rothschild
IFR Asia 626 – November 21, 2009
Sam Critchlow has joined Rothschild’s M&A advisory team in Asia as vice president to boost its natural resources expertise. Critchlow was previously based in London with JP Morgan Cazenove where he provided M&A and ECM advisory services in corporate finance covering mining and industrial companies. He will be based in Jakarta and will work on natural resources coverage and transaction execution in South-East Asian markets. He will work closely with Larry Sutikno, head of Rothschild Indon

==
Beberapa pembaca dalam rubrik Konsultasi “Di balik Konspirasi” menanyakan soal peran Rothschild dalam pendirian bank sentral Inggris dan bank sentral Amerika Serikat yang sama-sama swasta. Disebabkan jawabannya amat panjang, maka saya akan memaparkan peran tokoh Zionis-Yahudi dunia tersebut dalam rubrik ini yang terbagi dalam beberapa bagian. Selamat membaca.
Beberapa pembaca dalam rubrik Konsultasi “Di balik Konspirasi” menanyakan soal peran Rothschild dalam pendirian bank sentral Inggris dan bank sentral Amerika Serikat yang sama-sama swasta. Disebabkan jawabannya amat panjang, maka saya akan memaparkan peran tokoh Zionis-Yahudi dunia tersebut dalam rubrik ini yang terbagi dalam beberapa bagian. Selamat membaca.
==

Rothschild, Bank Inggris, dan The Federal Reserve (2)

Wilhelm von Hanau merupakan seorang kepala negara yang kaya raya dan berpengaruh. Bisa jadi, bisnis utama Wilhelm yang memiliki sepasukan tentara sewaan (bisnis ini juga berasal dari bisnis para Templar!) membuatnya disegani tidak saja di Jerman tetapi juga di wilayah-wilayah sekitarnya. Wilhelm juga memiliki kekerabatan dengan sejumlah keluarga kerajaan Eropa lainnya. Inggris merupakan salah satu langganan setia dalam bisnis tentara sewaannya. Harap maklum, daerah koloni Inggris di seberang lautan sangat luas dan banyak.
Dalam bisnis ini, Rothschild bertindak sebagai dealernya. Karena kerja Rothschild begitu memuaskan, maka Wilhelm pernah memberinya hibah uang sebanyak 600.000 pound atau senilai tiga juta dollar AS dalam bentuk deposito. Dari usahanya ini, Wilhelm memiliki banyak uang. Ketika meninggal, Wilhelm meninggalkan warisan terbesar dalam rekor warisan raja Eropa yakni setara dengan 200 juta dollar AS! (Maulani; 2002)
Sumber lainnya mengatakan bahwa uang sebesar tiga juta dollar AS itu sebenarnya berasal dari pembayaran sewa tentara kerajaan Inggris kepada Wilhelm, namun digelapkan oleh Rothschild (Jewish Encyclopedia, Vol. 10, h.494).
Dengan bermodalkan uang haram inilah Rothschild membangun kerajaan bisnis perbankannya yang pertama dan menjadi bankir internasional yang pertama. Sebenarnya, Rothschild I ini tidak membangun kerajaannya sendiri. Beberapa tahun sebelumnya ia telah mengirim anak bungsunya, Nathan Rothschild yang dianggap paling berbakat ke Inggris untuk memimpin bisnis keluarga di wilayah tersebut. Di London Nathan mendirikan sebuah bank dagang dan modalnya diberikan oleh Rothschild I sebesar tiga juta dollar AS yang berasal dari uang haram itu.
Di London, Nathan Rothschild menginventasikan uang itu dalam bentuk emas-emas batangan dari East India Company. Berasal dari uang haram, diputar dengan cara yang penuh dengan tipu daya, memakai sistem ribawi yang juga haram, kian berkembanglah bisnis keuangan keluarga Rothschild ke seluruh Eropa. Berdirilah cabang-cabang perusahaan Rothschild di Berlin, Paris, Napoli, dan Vienna. Rothschild I menempatkan setiap anaknya menjadi pemimpin usaha di cabang-cabangnya itu. Karl di Napoli, Jacob di Paris, Salomon di Vienna, dan Amshell III di Berlin. Kantor pusatnya tetap di London.
Rothschild I meninggal dunia pada 19 September 1812. Beberapa hari sebelum mangkat, ia menulis sebuah surat wasiat yang antara lain berbunyi:
* Hanya keturunan laki-laki yang diperbolehkan berbisnis. Semua posisi kunci harus dipegang oleh keluarga.
* Anggota keluarga hanya boleh mengawini saudara sepupu sekali (satu kakek) atau paling jauh sepupu dua kali (satu paman). Dengan demikian harta kekayaan keluarga tidak jatuh ke tangan orang lain. Awalnya aturan ini dipegang ketat, tapi ketika banyak pengusaha Yahudi lainnya bermunculan sebagai pengusaha dunia, aturan ini dikendurkan, walau demikian hanya boleh mengawini anggota-anggota terpilih.
Dinasti Rothschild tidak punya sahabat atau sekutu sejati. Baginya, sahabat adalah mereka yang menguntungkan kantongnya. Jika tidak lagi menguntungkan maka ia sudah menjadi bagian masa lalu dan dimasukkan ke dalam tong sampah. Pangeran Wilhelm sendiri akhirnya dilupakan oleh Rothschild setelah ia berhasil menilep uangnya. Ketika Inggris dan Perancis berperang dengan memblokade pantai lawan masing-masing, hanya armada Rothschild yang bebas keluar masuk pelabuhan karena Rothschild telah membiayai kedua pihak yang berperang tersebut.
Bank Sentral Inggris dan Utang Sebagai Alat Penjajahan
Beberapa orang menyangka jika pendirian Bank of England, bank sentral pertama di dunia, juga akibat campur tangan dari Dinasti Rothschild. Anggapan ini sebenarnya tidak tepat karena Rothschild I sendiri baru lahir di Bavaria pada tahun 1743, sedangkan Bank of England berdiri pada 27 Juli 1694.
Sebelum Dinasti Tameng Merah lahir, jaringan Luciferian yang terdiri dari tokoh-tokoh Yahudi berpengaruh dunia yang dikenal dengan istilah “Para Konspirator”, para pewaris Templar, Orde Militeris yang kaya raya, telah mencanangkan untuk menguasai England yang menjadi Inggris sekarang dengan strategi lidah ular: Pertama, merekayasa pernikahan keluarga raja Inggris sehingga nantinya para Raja Inggris berdarah Yahudi, dan yang kedua lewat provokasi perang melawan Perancis agar Inggris memerlukan uang yang banyak di mana pihak Konspirasi akan memberi utang kepada Raja Inggris. Dengan utang, diharapkan kerajaan besar itu akan takluk.
Inilah fakta sejarah jika jaringan Yahudi Dunia sejak dulu telah menggunakan utang sebagai alat penakluk suatu negeri. Sekarang, Indonesia yang kaya raya, juga telah ditaklukkan dan dijajah oleh utang. Para tokoh Neo-Liberal di negeri ini yang gemar mengundang utang imperialis masuk ke negeri ini merupakan pelayan-pelayan kepentingan Luciferian. Banyak orang yang mengaku Islam menjadi pendukung kelompok Luciferian ini disebabkan mereka malas berpikir sehingga mudah ditipu mentah-mentah.
Perjalanan para Konspirator dalam menaklukan Keraaan Inggris diawali dari suatu pertemuan sejumlah petinggi Ordo Kabbalah di Belanda. Mereka menggelar pertemuan dan sepakat untuk menguasai Tahta Kerajan Inggris sepenuhnya dengan cara menurunkan Dinasti Stuart dan menggantikannya dengan seseorang yang mereka bina dari Dinasti Hanover dari Istana Nassau, Bavaria.
Kala itu, Tahta Kerajaan Inggris tengah diduduki King Charles II (1660-1685). Raja Inggris ini masih kerabat dekat Duke of York. Mary adalah anak sulung dari Duke of York. Diam-diam, kelompok Konspirator mengatur strategi agar Mary yang masih gadis itu bertemu dengan ‘Sang Pangeran’ bernama William II, salah seorang pangeran kerajaan Belanda dan pemimpin pasukan kerajaan. Mary dan William II pun bertemu dan saling tertarik. Pada tahun 1674 mereka menikah. Tahun 1685 King Charles II meninggal dan digantikan oleh James II yang memerintah sampai tahun 1688.
Dari hasil perkawinan antara William II dan Mary, lahir seorang putera yang kemudian dikenal sebagai William III, yang kemudian menikah dengan seorang puteri dari King James II bernama Mary II. William III yang berdarah campuran antara Dinasti Stuart dengan Dinasti Hanover ternyata menurut kelaziman tidak bisa menjadi Raja Inggris disebabkan ia bukan berasal dari garis keturunan laki-laki Inggris, melainkan dari garis perempuan. Mary II, isterinyalah, yang lebih berhak menyandang gelar Queen.
Di sinilah para petinggi Yahudi melancarkan konspirasi dengan mengobarkan ‘Glorious Revolution’ dan akhirnya berkat Partai Whig yang melakukan kerjasama diam-diam dengan tokoh-tokoh Yahudi dan Partai Tory yang bersikap pragmatis, revolusi tanpa darah ini berhasil menaikkan William III sebagai Raja Inggris. Beberapa tahun sebelumnya, lewat tangan Oliver Cromwell, kekuatan Yahudi juga telah ‘menyikat’ King Charles I dan menguasai lembaga-lembaga keuangan di kerajaan itu. Dengan berkuasanya William III maka Inilah awal hegemoni Dinasti Hanover bertahta di Kerajaan Inggris sampai sekarang. Apalagi Dinasti Windsor yang berkuasa di Kerajaan Inggris sekarang merupakan keturunan langsung dari King Edward III (Prince of Wales) yang merupakan keturunan Hanover (bersambung/ridyasmara/em).

Dalam aspek ekonomi, Illuminati memiliki tujuan membentuk mata uang tunggal dunia. Untuk efek ini, telah perlu menurunkan mata uang nasional yang independen. Pengenalan mata uang Euro adalah batu loncatan menuju hal tersebut, dengan pengorbanan kesengsaraan dirasakan di Inggris tidak diragukan lagi dimaksudkan untuk menyeret bahwa bangsa bangga sekali menendang dan berteriak “ke mata uang tunggal.” Tetapi sekali lagi, Euro tidak pernah dimaksudkan sebagai dan tujuan itu sendiri. Hanya “selisih” terhadap solusi akhir untuk tujuan Illuminati Luciferian tentang dominasi dunia, dan sistem dunia uang mereka.

1789 - Rencana Illuminati untuk memprakarsai Revolusi Perancis berhasil sampai tahun 1793. Revolusi ini adalah impian para bankir, mereka mendirikan sebuah konstitusi dan meluluskan aturan untuk melarang Gereja Roma untuk memungut pajak dan juga mengeluarkan Gereja sebagai obyek pengecualian pajak.
1790 - Mayer Amschel Rothchild berkata, “Biarkan saya menerbitkan dan mengontrol uang sebuah Negara dan saya tidak peduli siapa yang menulis hukumnya.”
1791 - Rothschild mendapatkan “kontrol atas uang negara” melalui agennya di kabinet George Washington, Alexander Hamilton, dengan mendirikan sebuah bank sentral di Amerika yang dinamakan First Bank of the United States. Kartel ini diberikan selama 20 tahun.
1798 - Pada umur 21, Nathan Mayer Rothschild meninggalkan Frankfurt menuju Inggris, dan mendirikan sebuah bank di London.
1810 - Sir Francis Baring dan Abraham Goldsmid meninggal. Dengan demikian Nathan Rothschild menjadi satu-satunya bankir besar di Inggris.
Salomon Rothschild menuju Vienna, Austria, dan mendirikan sebuah bank, M.von Rothschild und Sohne.
1811 - Kartel Bank of the United States habis dan Konggres Amerika tidak memperpanjangnya. Nathan Rothschild berkata, “Bila aplikasi perpanjangan kartel ini tidak diperpanjang, Amerika akan terlibat dalam perang yang mengerikan.” Konggres tetap menolak memperpanjang kartel ini, dan Nathan Rothschild mengancam kembali, “Beri pelajaran buat Amerika yang lancang. Bawa kembali mereka ke status kolonial.”
1828 - Amschel Mayer Rothschild, yang keuangan Illuminati, menyatakan penghinaan mengucapkannya untuk pemerintah nasional yang mencoba mengatur Bankir Internasional seperti dia: "Izinkan saya untuk mengeluarkan dan mengendalikan uang suatu negara, dan aku tidak peduli yang menulis hukum."
1832 - Presiden Amerika Andrew Jackson mengampanyekan slogan “Jackson And No Bank!” Dia ingin kontrol sistem uang di Amerika ada di tangan rakyat, bukan di tangan bankir (Rothschild family). Kelak uang tidak akan berlaku lagi sebagai perdagangan. Suatu saat tubuh manusia akan ditanami chip yg fungsinya sebagai KTP, kartu kredit, dan semua aktivitas orang tersebut dapat dipantau. Penelitian dan uji coba sudah ada, cuma akan diterapkan secara perlahan-lahan.

0 komentar:

Posting Komentar